
Saya: “Yah, nanti di Bandung, kita wiskul,ya?”
Suami: “Mau
kemana?”
Saya: “Belum tau, pokoknya wiskul. Mumpung lagi di Bandung.
Udah lama juga kita gak ke Bandung.”
Obrolan saya dan suami, beberapa hari menjelang tahun baru.
Rencananya kami akan berada di Bandung selama 3 hari 2 malam. Mau
tahun baruan di sana. Sebuah rencana mendadak karena awalnya sama
sekali gak ada rencana untuk ke Bandung walaupun sedang musim libur
sekolah.
2 minggu sebelum tahun baru, secara mendadak kami kedatangan beberapa
keluarga dari Bandung. Kemudian kedua sepupu saya yang sepantaran sama
Keke ingin berlibur di rumah. Pulangnya, kami yang antar. Makanya,
kami ke Bandung untuk mengantar sepupu saya.
Tahun 2013 dan 2014 dimana setiap 1-2 minggu sekali kami bisa
bolak-balik ke Bandung karena memang ada urusan juga. Tahun 2015 ini
kebalikannya. Kami sangat jarang ke Bandung karena tahun 2015 lagi
lebih fokus dengan urusan kesehatan papa mertua saya.
Mendadak Gak Enak Badan
Rencananya kami ingin berangkat hari Rabu. Berita tentang macet
parah saat libur natal seminggu sebelumnya bikin saya ngeri. Males
banget, deh, kalau sampe ngalamin separah itu. Temen suami malah ada
yang sampai menginap di jalan tol cuma buat ke Bandung!
Tapi, suami lagi ada kerjaan yang gak bisa ditunda. Hari Kamis
masih harus beraktivitas. Serba salah jadinya. Mau meminta suami
untuk menunda, buntutnya bisa panjang. Karena ini urusan kerjasama
yang harus dijaga kepercayaannya. Tapi kalau berangkatnya Kamis,
saya khawatir banget kena macet. Mamah saya udah menyuruh untuk
berangkat setelah tahun baru. Saya gak mau karena memang pengen
banget ke Bandung. Udah pengen wiskul di sana.
Saya: “Bunda lagi gak enak badan, Yah. Makanya tadi punggung sama
perut dikasih minyak tawon.”
Di hari H badan saya malah greges alias gak enak badan.
Setelah badan dibalur dengan minyak tawon, mulai agak enakan.
Syukurlah. Berharap banget jangan sampai sakit *Iya, siapa juga yang
mau sakit :D*. Sangat berharap pula gak kena macet. Bener-bener
deg-degan sebelum berangkat.
Alhamdulillah, sepanjang jalan lancar jaya! Bekasi-Bandung cuma 2
jam lebih saja. Sepanjang jalan tol berasa sepi. Di Bandung aja yang
agak padat. Tapi, masih termasuk lancar, lah. Sampai Bandung, kami
disambut dengan hujan yang cukup deras.
Tadinya, suami mau ajak cari makan dulu. Tapi karena gak tau mau
makan dimana, lagipula menurut Keke, “Sambal Nin Ati itu termasuk
yang paling ditunggu.” Jadi kami memutuskan untuk makan di rumah
saja.
Bi Ati: “Kok, sedikit banget makannya, Chi?”
Saya: “Iya, nanti nambah lagi, Bi.”
Entah kenapa, hari itu nafsu makan saya menghilang. Padahal
biasanya saya bisa lupa kalau sudah nambah berkali-kali bila makan
dengan sambal buatan bi Ati. Malah begitu selesai makan, saya
langsung meringkuk di kamar karena badan rasanya sakit. Agak enakan
setelah dipijat oleh Nai menggunakan minyak kayu putih. Saya pun
menyempatkan tidur sejenak.
Tumben Tahun Baruan Begadang?

Menjelang pukul 7, kami sudah bersiap-siap untuk bakar jagung,
sosis, dan ikan. Tahun ini gak ada daging hehehe. Diganti sama
ikan. Sudah beberapa tahun terakhir ini, kami selalu kumpul
keluarga saat tahun baru. Sebetulnya gak ada tradisi tahun baruan.
Tapi karena bersamaan dengan libur sekolah. Jadi sekalian ajah. Cuma
tahun lalu, kami gak ikut ngumpul karena papa mertua sakit. Sehingga
kami menginap di rumah mertua saat tahun baru.
Judulnya aja kumpul keluarga di tahun baru. Tapi, tahun baru di
keluarga kami biasanya berlangsung sampai pukul 10 malam saja.
Jarang ada yang kuat begadang hehehe … Gak cuma saat tahun baru,
sih. Ketika hari raya atau kumpul keluarga di hari lain juga begitu.
Selesai makan malam, biasanya ngobrol-ngobrol sejenak setelah itu
satu per satu mulai tidur.
Tahun baru lalu berbeda. Salah seorang mamang minta suami saya
untuk bawain proyektor untuk nonton film. Di depan rumah bikin
kegiatan “bakar-bakaran” dan nonton film. Gelar tikar, keluarkan
bantal, dan selimut. Jadilah semalam suntuk pada begadang.
Yang gak begadang cuma Nai, Dudu (sepupu saya), dan saya yang masih
gak enak badan. Padahal pengen banget kumpul bareng sama keluarga.
Apalagi udah lama gak kumpul. Tapi, saya takut juga ambil resiko.
Kalau abis begadang malah tambah sakit, gimana? Mana gak bawa jaket
pula, padahal udara berasa dingin. *Saya menyalahkan diri sendiri
yang lupa bawa jaket*
Menikmati Batagor Riasari

Di luar ada 6 meja dan di dalam ada 4 meja. Dengan 4 kursi untuk setiap
meja.
Oke, baru bicarain kulinernya hehehe … Rencana untuk wiskul
kesana-sini terpaksa buyar. Tanggal 1 Januari, saya hanya di rumah
aja. Mau wiskul bingung. Lagian nafsu makan masih juga
menghilang.
Tanggal 2 Januari, saya minta suami untuk menemani beli kerudung di
daerah Buah Batu. Sekalian kulineran, lah. Kami hanya jalan berdua
saja. Keke dan Nai gak mau ikut. Tapi karena nafsu makan saya masih
menghilang, lagi-lagi saya bingung mau makan di mana. Saya serahkan
semuanya ke suami aja.
Suami kelihatannya lagi kangen sama batagor. Dari hari pertama di
Bandung, yang dicari adalah batagor. Kami pun menuju batagor Kingsley.
Batagor ini termasuk yang paling terkenal di Bandung. Wisatawan lokal
yang ingin oleh-oleh batagor, biasanya akan ke Kingsley. Tapi, begitu
sampai sana, tempatnya penuh banget! Antara pengunjung yang makan, beli
oleh-oleh, serta pelayan yang lalu-layang bertumpah ruah. Kami lalu naik
ke lantai 2. Ternyata sama aja.

Siomay Kukus per porsi isi 4 pcs, IDR33K
Kami pun memilih makan di seberangnya. Sebuah rumah makan kecil
bernama Batagor Riasari. Tempatnya memang kecil, perkiraan saya
hanya menampung sekitar 35-40 tamu saja. Saat kami ke sana, hanya
terisi setengahnya. Sangat terbalik suasananya dengan batagor
Kingsley.
Walaupun tidak terlalu ramai, feeling saya mengatakan kalau batagor
Riasari kemungkinan rasanya enak. Saya lihat sebagian tamu yang
makan di sana adalah keturunan Tionghoa. Dan, saya termasuk yang
percaya dengan selera lidah orang Tionghoa. Biasanya kalau mereka
bilang enak, itu beneran enak. Atau kalau datang ke salah satu resto
yang tamunya banyak keturunan Tionghoanya, biasanya enak.
Pengalaman kami, sih, begitu. Gak hanya untuk resto yang
menyajikan menu Chinese Food, ya. Masakan Sunda, Betawi, dll juga
saya suka percaya dengan selera lidah orang Tionghoa.
Suami memesan siomay kukus dan saya mie ayam yamin. *Yamin itu
mienya dikecapin. Bisa kecap asin atau manis. Kuahnya dipisah.*
Siomay kukus gak langsung disajikan karena siomay baru dikukus saat
ada yang order. Rasanya enak, ikannya berasa. Kekenyalannya juga
pas. Sayangnya, bagian dalam siomay masih berasa adem. Kurang lama
dikukusnya.

Mie yamin yang saya order juga enak. Ayamnya disuwir halus. Kuah
baksonya berasa. Selain gurih, ada sedikit rasa manis di kuahnya.
*di beberapa tempat yang pernah saya datangi, kuah kaldu dari
mie yamin suka gak berasa.* Porsinya pas.
Batagor Riasari menjual 4 menu makanan. batagor (isi 3 pcs), pempek
siomay, mie bakso kuah / manis / asin, dan siomay kukus (isi 4pcs)
semuanya dikasih harga yang sama yaitu IDR33K. Sahabat Jalan-Jalan
KeNai juga bisa beli batagor untuk dijadikan oleh-oleh. Harganya
IDR11K per pcs.

Alhamdulillah, saya bisa menghabiskannya walaupun sedang gak nafsu
makan. Sayangnya, usai makan, badan saya kembali protes. Perut
kembali berasa seperti habis main roller coaster. Berasa seperti
diaduk-aduk. Pertanda harus segera pulang dan kembali
beristirahat.
Rencana saya untuk kulineran selama di Bandung, cukup gagal.
Untuknya masih dapat 1 tempat makan yang enak. Resto yang awalnya
gak ada dibayangan saya. Karena keinginan saya adalah mendatangi
beberapa resto yang sedang trend di Bandung. Rencana memang tinggal
rencana. Mudah-mudahan ada kesempatan untuk ke Bandung lagi. Dan,
saya juga gak keberatan kalau makan di Batagor Riasari lagi. Memang
enak, sih 🙂
Batagor Riasari

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.