
Perkiraan lokasi Kerajaan Islam Champa.
Kerajaan Champa
atau biasa ditulis Campa meninggalkan begitu banyak jejak sejarah di Indonesia,
meskipun kerajaan ini berpusat di wilayah yang kini menjadi Vietnam, namun dari
sisi tinjauan sejarah, Campa merupakan kerajaan pertama yang pernah muncul di
Asia Tenggara, Campa juga merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan ini.
interaksi negeri Campa dengan Nusantara sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan
pertama di Indonesia yakni kerajaan Kutai di Kalimantan Timur hingga ke Sunan
Gunung Jati di Cirebon yang merupakan wali terahir dari jajaran wali Sembilan
di tanah jawa.
Perjalanan sejarah
kerajaan Campa memang cukup panjang, kerajaan ini telah berdiri di abad ke 2
masehi dan baru mengalami keruntuhan secara total di awal abad ke 19. Kerajaan
Campa pertama kali berdiri tahun 197 Masehi didahului dengan berdirinya kerajan
Lin-yi atau Lâm Ấp (dalam bahasa Vietnam) sebagai sebuah kerajaan Hindu dengan
pengaruh yang sangat besar dari India meski sangat kental dengan kepercayaan
setempat.
Berbagai sumber
sejarah menjelaskan bahwa keislaman etnis Champa ini dapat dirunut silsilahnya
hingga ke ayah mertua dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Jahsy bin Ri’ab, ayah dari
Zainab binti Jahsy R.A. Muslim Champa yakin garis keturunan mereka terhubung
hingga ayah mertua Rasulullah SAW, Jahsy bin Ri’ab. Hal tersebut dikaitkan
dengan arus kedatangan para sahabat di Indo-Cina pada 617-618 dari Abyssinia
melalui jalur laut. Ada pula sumber yang mengatakan jika masuknya Islam ke
wilayah Champa karena dibawa oleh utusan Khalifah Usman bin Affan pada tahun
650 M.
Kejayaan Kerajaan
Campa turut mewarnai sejarah negeri ini termasuk jasanya terhadap pengenalan
dan penyebaran Islam di wilayah Nusantara. “Pernikahan politik antara putri
putri bangsawan keraton kerajaan Campa dengan raja raja Jawa telah terjadi
sejak era Singosari, Majapahit Hingga ke keraton Cirebon.
Peninggalan sejarah
terbesar dari kerajaan Campa di Indonesia dapat dirunut sejak awal berdirinya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai bernama lengkap Kutai Martadipura merupakan
kerajaan pertama di Nusantara, berdiri di abad ke 4 masehi sebagai kerajaan
Hindu di Muara Kaman, tepian sungai
Mahakam, provinsi Kalimantan Timur. Didirikan oleh Mulawarman, anak dari
Aswawarman, cucu dari Kudungga. Kudungga adalah seorang pembesar dari Kerajaan
Campa pada era Hindu.
Campa telah
menjalin hubungan dengan Sriwijya di abad ke 7 ketika kota kota pelabuhan Campa
mulai menjadi pusat perdagangan dunia. Dalam sejarahnya Sriwijya memang berkali
kali melancarkan serangkaian serbuan ke berbagai daerah pantai Indocina sampai
ahirnya kota Indrapura di tepian Sungai Mekong (kini Kamboja) menjadi wilayah
Sriwijaya yang berpusat di Palembang di abad ke 8 dan bertahan menjadi wilayah
Sriwijaya, sampai kemudian berdirinya kerajaan Khmer dibawah raja Jayavarman
II.
Campa muncul dalam
sejarah Singosari di abad ke 13 Masehi. Ketika raja Kertanegara berkuasa di
Singosari, tahun 1275M beliau menggagas ekspedisi militer ke tanah melayu dalam
upaya penaklukan Sriwijaya dan menjalin persekutuan dengan Campa. Ekspedisi militer
yang terkenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” tersebut selain berhasil
menghancurkan Sriwijaya, melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Sumatera,
Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun
(Maluku), Kertanegara juga berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui
perkawinan adik perempuannya dengan raja Campa.
Masih di abad ke
13, dalam catatan sejarah Aceh disebutkan bahwa sebagian besar penduduk dan
raja kerajaan Melayu Islam Campa di Vietnam migrasi ke Aceh karena diserang
oleh kerajaan China. Raja dan rakyat Campa diterima dengan baik di Kerajaan
Pasai yang kemudian diperkenankan mendirikan Kerajaan Jeumpa yang beribukota di
Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa,
Bireun, NAD. Hingga kini bekas bekas kerajaan Jeumpa masih dapat dijumpai di
daerah tersebut. Tahun 2011 lalu
Sejararawan Aceh, M. Adli Abdullah bersama Stasiun TV Al-Hijrah dari Malaysia
menelurusuri Jejak Keraan Campa di tanah Aceh untuk kemudian di di
dokumentasikan dalam rangkaian film dokumenter.
Berdasarkan studi
linguistik di sekitar Aceh ditemukan bahwa budaya Campa memiliki pengaruh yang
sangat kuat dengan budaya setempat begitupun sebaliknya. Ditemukan indikasi
penggunaan bahasa Campa Aceh sebagai bahasa utama di sepanjang pantai Aceh
Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Barat,
Aceh Barat Daya, dan Aceh Jaya.
Di abad ke 15
ketika majapahit dibawah kekuasaan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi,
beliau menikah dengan seorang putri muslimah dari kerajaan Campa dan
menjadikannya sebagai permaisuri, Putri Darawati namanya. Prabu Brawijaya V
adalah penguasa terahir kerajaan Majapahit, seiring dengan berdirinya kerajaan
Islam Demak Bintoro oleh Raden Fatah yang tak lain adalah putra Prabu Brawijaya
V sendiri dari istrinya yang berasal dari China. Makam Putri Dawawati atau
lebih dikenal dengan nama Putri Campa berada di situs kerajaan Majapahit di
Trowulan, Propinsi Jawa Timur.
Merujuk kepada
timeline sejarah di situs Belanda, arcengel’s hompage, Prabu Brawijaya V adalah
Kertawijaya, saudara dari Suhita, naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun
1447 dan kemudian masuk Islam atas pemintaan Istrinya Putri Darawati, seorang
putri dari Kesultanan Campa (kini Vetnam).
Tahun 1680-1682
Sultan Campa mengutus duta besarnya ke Batavia sebagai perwakilan nya di tanah
Jawa yang kala itu dikuasai oleh Belanda (Dutch East India Company) serta
mengontrol perdagangannya dengan Malaka. Namun di tahun 1697 kerajaan Dang
Trong di Vietnam bagian selatan berhasil menguasai pelabuhan Champa terahir dan
sekitar lima ribuan muslim Campa mengungsi ke Kerajaan Budha Kamboja termasuk
para keluarga kerajaan Campa. Hingga hari ini keturuanan mereka masih
menggunakan aksara Campa dan sebagian dari mereka masih menjalankan Peribatan
Islam dengan pengaruh hindu yang sangat kental.
Gelombang imigrasi
muslim Campa ke Kamboja terjadi lagi tahun 1790. Tahun 1813 muslim Campa di
Kamboja mendirikan Masjid yang begitu terkenal di Kamboja, yakni Masjid Noor
Al-Ihsan di daerah Chrang Chamres, tujuh Kilometer sebelah utara Kota Phnom
Pen. Masjid ini lebih dikenal dengan nama masjid KM-7. Tahun 1832 kekuatan
kaisar Vietnam ahirnya mencaplok sisa sisa wilayah Campa. Sampai kemudian
antara tahun 1858 dan 1867 pasukan penjajahan Prancis di Indocina menguasai bagian
selatan Vietnam dan menjadikan Kamboja sebagai wilayah Protektorat Kolonial di
tahun 1863.
Prahara politik
yang menghantam Kamboja di tahun 1975-1979, pasukan Khmer Merah dibawah
pimpinan Pol Pot sang jagal Indocina melakukan pembantaian luar biasa terhadap
penduduknya sendiri termasuk muslim Campa di Kamboja, mengakibatkan kengerian
yang tak pernah tebayangkan dalam sejarah Indocina. Selama empa tahun berkuasa
Khmer Merah telah membunuh dua juta penduduk Kamboja termasuk di dalamnya
sekitar 500 ribu muslim.
Untuk kedua kalinya
Muslim Campa yang tak tahan lagi terhadap penindasan harus mengungsi ke
berbagai negara tetangganya. Sebagian dari mereka mengungsi ke Laos dan menetap
disana, namun lagi lagi kemudian harus mengungsi manakala rezim komunis Pathet
Lao mengobarkan pemberontakan terhadap raja Laos.
Kisah panjang
kerajaan Campa yang bermula sebagai sebuah kerajaan Hindu, Budha sampai ahirnya
menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar dalam sejarah Indocina kini tenggelam
dalam garis garis batas wilayah negara negara Indocina merdeka, termasuk di
dalamnya Vietnam, Kamboja dan Laos. Muslim Campa pun terdiaspora ke berbagai
negara. Namun sejarah kebesaran mereka tak kan pernah sirna termakan zaman.***
![]() |
Perkiraan lokasi Kerajaan Islam Champa. |
Kerajaan Champa
atau biasa ditulis Campa meninggalkan begitu banyak jejak sejarah di Indonesia,
meskipun kerajaan ini berpusat di wilayah yang kini menjadi Vietnam, namun dari
sisi tinjauan sejarah, Campa merupakan kerajaan pertama yang pernah muncul di
Asia Tenggara, Campa juga merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan ini.
interaksi negeri Campa dengan Nusantara sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan
pertama di Indonesia yakni kerajaan Kutai di Kalimantan Timur hingga ke Sunan
Gunung Jati di Cirebon yang merupakan wali terahir dari jajaran wali Sembilan
di tanah jawa.
Perjalanan sejarah
kerajaan Campa memang cukup panjang, kerajaan ini telah berdiri di abad ke 2
masehi dan baru mengalami keruntuhan secara total di awal abad ke 19. Kerajaan
Campa pertama kali berdiri tahun 197 Masehi didahului dengan berdirinya kerajan
Lin-yi atau Lâm Ấp (dalam bahasa Vietnam) sebagai sebuah kerajaan Hindu dengan
pengaruh yang sangat besar dari India meski sangat kental dengan kepercayaan
setempat.
Berbagai sumber
sejarah menjelaskan bahwa keislaman etnis Champa ini dapat dirunut silsilahnya
hingga ke ayah mertua dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Jahsy bin Ri’ab, ayah dari
Zainab binti Jahsy R.A. Muslim Champa yakin garis keturunan mereka terhubung
hingga ayah mertua Rasulullah SAW, Jahsy bin Ri’ab. Hal tersebut dikaitkan
dengan arus kedatangan para sahabat di Indo-Cina pada 617-618 dari Abyssinia
melalui jalur laut. Ada pula sumber yang mengatakan jika masuknya Islam ke
wilayah Champa karena dibawa oleh utusan Khalifah Usman bin Affan pada tahun
650 M.
Kejayaan Kerajaan
Campa turut mewarnai sejarah negeri ini termasuk jasanya terhadap pengenalan
dan penyebaran Islam di wilayah Nusantara. “Pernikahan politik antara putri
putri bangsawan keraton kerajaan Campa dengan raja raja Jawa telah terjadi
sejak era Singosari, Majapahit Hingga ke keraton Cirebon.
Peninggalan sejarah
terbesar dari kerajaan Campa di Indonesia dapat dirunut sejak awal berdirinya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai bernama lengkap Kutai Martadipura merupakan
kerajaan pertama di Nusantara, berdiri di abad ke 4 masehi sebagai kerajaan
Hindu di Muara Kaman, tepian sungai
Mahakam, provinsi Kalimantan Timur. Didirikan oleh Mulawarman, anak dari
Aswawarman, cucu dari Kudungga. Kudungga adalah seorang pembesar dari Kerajaan
Campa pada era Hindu.
Campa telah
menjalin hubungan dengan Sriwijya di abad ke 7 ketika kota kota pelabuhan Campa
mulai menjadi pusat perdagangan dunia. Dalam sejarahnya Sriwijya memang berkali
kali melancarkan serangkaian serbuan ke berbagai daerah pantai Indocina sampai
ahirnya kota Indrapura di tepian Sungai Mekong (kini Kamboja) menjadi wilayah
Sriwijaya yang berpusat di Palembang di abad ke 8 dan bertahan menjadi wilayah
Sriwijaya, sampai kemudian berdirinya kerajaan Khmer dibawah raja Jayavarman
II.
Campa muncul dalam
sejarah Singosari di abad ke 13 Masehi. Ketika raja Kertanegara berkuasa di
Singosari, tahun 1275M beliau menggagas ekspedisi militer ke tanah melayu dalam
upaya penaklukan Sriwijaya dan menjalin persekutuan dengan Campa. Ekspedisi militer
yang terkenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” tersebut selain berhasil
menghancurkan Sriwijaya, melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Sumatera,
Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun
(Maluku), Kertanegara juga berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui
perkawinan adik perempuannya dengan raja Campa.
Masih di abad ke
13, dalam catatan sejarah Aceh disebutkan bahwa sebagian besar penduduk dan
raja kerajaan Melayu Islam Campa di Vietnam migrasi ke Aceh karena diserang
oleh kerajaan China. Raja dan rakyat Campa diterima dengan baik di Kerajaan
Pasai yang kemudian diperkenankan mendirikan Kerajaan Jeumpa yang beribukota di
Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa,
Bireun, NAD. Hingga kini bekas bekas kerajaan Jeumpa masih dapat dijumpai di
daerah tersebut. Tahun 2011 lalu
Sejararawan Aceh, M. Adli Abdullah bersama Stasiun TV Al-Hijrah dari Malaysia
menelurusuri Jejak Keraan Campa di tanah Aceh untuk kemudian di di
dokumentasikan dalam rangkaian film dokumenter.
Berdasarkan studi
linguistik di sekitar Aceh ditemukan bahwa budaya Campa memiliki pengaruh yang
sangat kuat dengan budaya setempat begitupun sebaliknya. Ditemukan indikasi
penggunaan bahasa Campa Aceh sebagai bahasa utama di sepanjang pantai Aceh
Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Barat,
Aceh Barat Daya, dan Aceh Jaya.
Di abad ke 15
ketika majapahit dibawah kekuasaan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi,
beliau menikah dengan seorang putri muslimah dari kerajaan Campa dan
menjadikannya sebagai permaisuri, Putri Darawati namanya. Prabu Brawijaya V
adalah penguasa terahir kerajaan Majapahit, seiring dengan berdirinya kerajaan
Islam Demak Bintoro oleh Raden Fatah yang tak lain adalah putra Prabu Brawijaya
V sendiri dari istrinya yang berasal dari China. Makam Putri Dawawati atau
lebih dikenal dengan nama Putri Campa berada di situs kerajaan Majapahit di
Trowulan, Propinsi Jawa Timur.
Merujuk kepada
timeline sejarah di situs Belanda, arcengel’s hompage, Prabu Brawijaya V adalah
Kertawijaya, saudara dari Suhita, naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun
1447 dan kemudian masuk Islam atas pemintaan Istrinya Putri Darawati, seorang
putri dari Kesultanan Campa (kini Vetnam).
Tahun 1680-1682
Sultan Campa mengutus duta besarnya ke Batavia sebagai perwakilan nya di tanah
Jawa yang kala itu dikuasai oleh Belanda (Dutch East India Company) serta
mengontrol perdagangannya dengan Malaka. Namun di tahun 1697 kerajaan Dang
Trong di Vietnam bagian selatan berhasil menguasai pelabuhan Champa terahir dan
sekitar lima ribuan muslim Campa mengungsi ke Kerajaan Budha Kamboja termasuk
para keluarga kerajaan Campa. Hingga hari ini keturuanan mereka masih
menggunakan aksara Campa dan sebagian dari mereka masih menjalankan Peribatan
Islam dengan pengaruh hindu yang sangat kental.
Gelombang imigrasi
muslim Campa ke Kamboja terjadi lagi tahun 1790. Tahun 1813 muslim Campa di
Kamboja mendirikan Masjid yang begitu terkenal di Kamboja, yakni Masjid Noor
Al-Ihsan di daerah Chrang Chamres, tujuh Kilometer sebelah utara Kota Phnom
Pen. Masjid ini lebih dikenal dengan nama masjid KM-7. Tahun 1832 kekuatan
kaisar Vietnam ahirnya mencaplok sisa sisa wilayah Campa. Sampai kemudian
antara tahun 1858 dan 1867 pasukan penjajahan Prancis di Indocina menguasai bagian
selatan Vietnam dan menjadikan Kamboja sebagai wilayah Protektorat Kolonial di
tahun 1863.
Prahara politik
yang menghantam Kamboja di tahun 1975-1979, pasukan Khmer Merah dibawah
pimpinan Pol Pot sang jagal Indocina melakukan pembantaian luar biasa terhadap
penduduknya sendiri termasuk muslim Campa di Kamboja, mengakibatkan kengerian
yang tak pernah tebayangkan dalam sejarah Indocina. Selama empa tahun berkuasa
Khmer Merah telah membunuh dua juta penduduk Kamboja termasuk di dalamnya
sekitar 500 ribu muslim.
Untuk kedua kalinya
Muslim Campa yang tak tahan lagi terhadap penindasan harus mengungsi ke
berbagai negara tetangganya. Sebagian dari mereka mengungsi ke Laos dan menetap
disana, namun lagi lagi kemudian harus mengungsi manakala rezim komunis Pathet
Lao mengobarkan pemberontakan terhadap raja Laos.
Kisah panjang
kerajaan Campa yang bermula sebagai sebuah kerajaan Hindu, Budha sampai ahirnya
menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar dalam sejarah Indocina kini tenggelam
dalam garis garis batas wilayah negara negara Indocina merdeka, termasuk di
dalamnya Vietnam, Kamboja dan Laos. Muslim Campa pun terdiaspora ke berbagai
negara. Namun sejarah kebesaran mereka tak kan pernah sirna termakan zaman.***
atau biasa ditulis Campa meninggalkan begitu banyak jejak sejarah di Indonesia,
meskipun kerajaan ini berpusat di wilayah yang kini menjadi Vietnam, namun dari
sisi tinjauan sejarah, Campa merupakan kerajaan pertama yang pernah muncul di
Asia Tenggara, Campa juga merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan ini.
interaksi negeri Campa dengan Nusantara sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan
pertama di Indonesia yakni kerajaan Kutai di Kalimantan Timur hingga ke Sunan
Gunung Jati di Cirebon yang merupakan wali terahir dari jajaran wali Sembilan
di tanah jawa.
Perjalanan sejarah
kerajaan Campa memang cukup panjang, kerajaan ini telah berdiri di abad ke 2
masehi dan baru mengalami keruntuhan secara total di awal abad ke 19. Kerajaan
Campa pertama kali berdiri tahun 197 Masehi didahului dengan berdirinya kerajan
Lin-yi atau Lâm Ấp (dalam bahasa Vietnam) sebagai sebuah kerajaan Hindu dengan
pengaruh yang sangat besar dari India meski sangat kental dengan kepercayaan
setempat.
Berbagai sumber
sejarah menjelaskan bahwa keislaman etnis Champa ini dapat dirunut silsilahnya
hingga ke ayah mertua dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Jahsy bin Ri’ab, ayah dari
Zainab binti Jahsy R.A. Muslim Champa yakin garis keturunan mereka terhubung
hingga ayah mertua Rasulullah SAW, Jahsy bin Ri’ab. Hal tersebut dikaitkan
dengan arus kedatangan para sahabat di Indo-Cina pada 617-618 dari Abyssinia
melalui jalur laut. Ada pula sumber yang mengatakan jika masuknya Islam ke
wilayah Champa karena dibawa oleh utusan Khalifah Usman bin Affan pada tahun
650 M.
Kejayaan Kerajaan
Campa turut mewarnai sejarah negeri ini termasuk jasanya terhadap pengenalan
dan penyebaran Islam di wilayah Nusantara. “Pernikahan politik antara putri
putri bangsawan keraton kerajaan Campa dengan raja raja Jawa telah terjadi
sejak era Singosari, Majapahit Hingga ke keraton Cirebon.
Peninggalan sejarah
terbesar dari kerajaan Campa di Indonesia dapat dirunut sejak awal berdirinya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai bernama lengkap Kutai Martadipura merupakan
kerajaan pertama di Nusantara, berdiri di abad ke 4 masehi sebagai kerajaan
Hindu di Muara Kaman, tepian sungai
Mahakam, provinsi Kalimantan Timur. Didirikan oleh Mulawarman, anak dari
Aswawarman, cucu dari Kudungga. Kudungga adalah seorang pembesar dari Kerajaan
Campa pada era Hindu.
Campa telah
menjalin hubungan dengan Sriwijya di abad ke 7 ketika kota kota pelabuhan Campa
mulai menjadi pusat perdagangan dunia. Dalam sejarahnya Sriwijya memang berkali
kali melancarkan serangkaian serbuan ke berbagai daerah pantai Indocina sampai
ahirnya kota Indrapura di tepian Sungai Mekong (kini Kamboja) menjadi wilayah
Sriwijaya yang berpusat di Palembang di abad ke 8 dan bertahan menjadi wilayah
Sriwijaya, sampai kemudian berdirinya kerajaan Khmer dibawah raja Jayavarman
II.
Campa muncul dalam
sejarah Singosari di abad ke 13 Masehi. Ketika raja Kertanegara berkuasa di
Singosari, tahun 1275M beliau menggagas ekspedisi militer ke tanah melayu dalam
upaya penaklukan Sriwijaya dan menjalin persekutuan dengan Campa. Ekspedisi militer
yang terkenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” tersebut selain berhasil
menghancurkan Sriwijaya, melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Sumatera,
Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun
(Maluku), Kertanegara juga berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui
perkawinan adik perempuannya dengan raja Campa.
Masih di abad ke
13, dalam catatan sejarah Aceh disebutkan bahwa sebagian besar penduduk dan
raja kerajaan Melayu Islam Campa di Vietnam migrasi ke Aceh karena diserang
oleh kerajaan China. Raja dan rakyat Campa diterima dengan baik di Kerajaan
Pasai yang kemudian diperkenankan mendirikan Kerajaan Jeumpa yang beribukota di
Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa,
Bireun, NAD. Hingga kini bekas bekas kerajaan Jeumpa masih dapat dijumpai di
daerah tersebut. Tahun 2011 lalu
Sejararawan Aceh, M. Adli Abdullah bersama Stasiun TV Al-Hijrah dari Malaysia
menelurusuri Jejak Keraan Campa di tanah Aceh untuk kemudian di di
dokumentasikan dalam rangkaian film dokumenter.
Berdasarkan studi
linguistik di sekitar Aceh ditemukan bahwa budaya Campa memiliki pengaruh yang
sangat kuat dengan budaya setempat begitupun sebaliknya. Ditemukan indikasi
penggunaan bahasa Campa Aceh sebagai bahasa utama di sepanjang pantai Aceh
Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Barat,
Aceh Barat Daya, dan Aceh Jaya.
Di abad ke 15
ketika majapahit dibawah kekuasaan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi,
beliau menikah dengan seorang putri muslimah dari kerajaan Campa dan
menjadikannya sebagai permaisuri, Putri Darawati namanya. Prabu Brawijaya V
adalah penguasa terahir kerajaan Majapahit, seiring dengan berdirinya kerajaan
Islam Demak Bintoro oleh Raden Fatah yang tak lain adalah putra Prabu Brawijaya
V sendiri dari istrinya yang berasal dari China. Makam Putri Dawawati atau
lebih dikenal dengan nama Putri Campa berada di situs kerajaan Majapahit di
Trowulan, Propinsi Jawa Timur.
Merujuk kepada
timeline sejarah di situs Belanda, arcengel’s hompage, Prabu Brawijaya V adalah
Kertawijaya, saudara dari Suhita, naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun
1447 dan kemudian masuk Islam atas pemintaan Istrinya Putri Darawati, seorang
putri dari Kesultanan Campa (kini Vetnam).
Tahun 1680-1682
Sultan Campa mengutus duta besarnya ke Batavia sebagai perwakilan nya di tanah
Jawa yang kala itu dikuasai oleh Belanda (Dutch East India Company) serta
mengontrol perdagangannya dengan Malaka. Namun di tahun 1697 kerajaan Dang
Trong di Vietnam bagian selatan berhasil menguasai pelabuhan Champa terahir dan
sekitar lima ribuan muslim Campa mengungsi ke Kerajaan Budha Kamboja termasuk
para keluarga kerajaan Campa. Hingga hari ini keturuanan mereka masih
menggunakan aksara Campa dan sebagian dari mereka masih menjalankan Peribatan
Islam dengan pengaruh hindu yang sangat kental.
Gelombang imigrasi
muslim Campa ke Kamboja terjadi lagi tahun 1790. Tahun 1813 muslim Campa di
Kamboja mendirikan Masjid yang begitu terkenal di Kamboja, yakni Masjid Noor
Al-Ihsan di daerah Chrang Chamres, tujuh Kilometer sebelah utara Kota Phnom
Pen. Masjid ini lebih dikenal dengan nama masjid KM-7. Tahun 1832 kekuatan
kaisar Vietnam ahirnya mencaplok sisa sisa wilayah Campa. Sampai kemudian
antara tahun 1858 dan 1867 pasukan penjajahan Prancis di Indocina menguasai bagian
selatan Vietnam dan menjadikan Kamboja sebagai wilayah Protektorat Kolonial di
tahun 1863.
Prahara politik
yang menghantam Kamboja di tahun 1975-1979, pasukan Khmer Merah dibawah
pimpinan Pol Pot sang jagal Indocina melakukan pembantaian luar biasa terhadap
penduduknya sendiri termasuk muslim Campa di Kamboja, mengakibatkan kengerian
yang tak pernah tebayangkan dalam sejarah Indocina. Selama empa tahun berkuasa
Khmer Merah telah membunuh dua juta penduduk Kamboja termasuk di dalamnya
sekitar 500 ribu muslim.
Untuk kedua kalinya
Muslim Campa yang tak tahan lagi terhadap penindasan harus mengungsi ke
berbagai negara tetangganya. Sebagian dari mereka mengungsi ke Laos dan menetap
disana, namun lagi lagi kemudian harus mengungsi manakala rezim komunis Pathet
Lao mengobarkan pemberontakan terhadap raja Laos.
Kisah panjang
kerajaan Campa yang bermula sebagai sebuah kerajaan Hindu, Budha sampai ahirnya
menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar dalam sejarah Indocina kini tenggelam
dalam garis garis batas wilayah negara negara Indocina merdeka, termasuk di
dalamnya Vietnam, Kamboja dan Laos. Muslim Campa pun terdiaspora ke berbagai
negara. Namun sejarah kebesaran mereka tak kan pernah sirna termakan zaman.***

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.