Umum

Inilah Fakta Gastronomi Indonesia

Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh melupakan sejarah.  Demikian
pula dengan perjalanan sejarah gastronomi Indonesia, sebagai hasil
keberagaman budaya bangsa yang telah melalui proses yang panjang.  Hal
tersebut pula yang menjadi perhatian PT. Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan, dan Ratu Boko bersama Jogja and Central Java Hotels
Association dan Samana Foundation untuk menggagas “Festival Penulis dan
Budaya ke-2”, yang dilaksanakan pada 17 hingga 20 Oktober 2013.

Festival
ini merupakan forum pertemuan bagi penulis dan pekerja kreatif serta
aktifis budaya pada umumnya dalam kerangka dialog lintas batas dan
pemahaman intercultural yang berbasis pada pengembangan dan perluasan
pengetahuan atas berbagai khasanah sehingga para kreator budaya maupun
masyarakat yang hidup dalam budaya-budaya tersebut dapat memanfaatkan
segala khazanah yang ada sesuai dengan kebutuhan aktualnya.  Acara ini
dihadiri oleh Dewi Turgarini dan Yati Haryati dosen Program Studi
Manajemen Industri Katering FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Salah
satu tema yang diangkat pada festival ini adalah “Arus Balik Memori
Rempah dan Bahari Nusantara Kolonial dan Postkolonial.” Pembicara pada
seminar ini adalah Prof. Dr. Timbul Haryono (Guru Besar Arkeologi
Universitas Gadjah Mada) yang menyampaikan presentasi “Berbagai Makanan
dan Minuman Masyarakat Jawa Kuna“,  Mohammad Kuswendi , P.hd (Aakademi
Gastronomi Indonesia) menyampaikan tema presentasi “Mengembangkan
Hidangan Warisan Leluhur Berbasis Tumbuhan Rempah dan Herbal“, Prof. Dr.
Murdijati Gardjito (Pusat Kajian Makanan Tradisional Indonesia)
menyampaikan paparan tentang berbagai kekayaan gastronomi Indonesia
dalam publikasi 26 bukunya, dan Agus Santosa Exchecutive Chef Hotel Inna
Garuda Yogyakarta menyampaikan aplikasi penggunaan rempah-rempah
Indonesia dan keunggulannya dibandingkan negara lain.

Yoke
Darmawan Direktur Samana Foundation selaku Direktur Festival
menyampaikan dalam festival ini ia ingin mengajak semua orang untuk
mengembalikan orientasi bangsa nusantara kembali ke laut, ke kekuasaan
tanpa batas sebagai bangsa penjelajah yang berani menempuh risiko untuk
membangun peradaban sendiri di era globalisasi sekarang ini.

Temuan Arkeologi Tentang Gastronomi Jawa
Dalam
seminar tersebut menarik untuk menyimak paparan Prof. Dr. Timbul
Haryono pakar arkeologi Universitas Gadjah Mada yang memaparkan
kajiannya “Berbagai Makanan dan Minuman Masyarakat Jawa Kuna.”
 Menurutnya makanan dan minuman adalah karya  budaya masyarakat untuk
mempertahankan hidup.  Menurutnya kebudayaan  merupakan sistem yang
terdiri dari sub sistem teknologi, subsistem sosiologi, sub sistem
ideologi, sedangkan wujud kebudayaan terdiri dari sistem kultur, sosial
dan material.  Ia pun menyitir definisi budaya yang dikemukakan oleh
definisi David L. Clarke (1968), bahwa ‘culture consists of learned
modes of behaviour and its material manifestations, socially transmitted
from one generation to the next and from one societyor individual to
another’.

Oleh karenanya sebuah kebudayaan menurutnya adalah
pertama merupakan perilaku dan manifestasi  bendanya (dimensi bentuk),
 kedua diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya ( dimensi
waktu), ketiga ditransformasikan dari satu masyarakat/anggota masyarakat
ke masyarakat/anggota masyarakat yang lain ( dimensi ruang).

Sumber
informasi gastronomi Jawa pada masa lalu terdapat pada beberapa sumber
yaitu pada Prasasti penetapan sima, yaitu terdapat pada :

1. Prasasti Taji 901 M
“parnnah
ning tinadah weas kadut 57 hadangan 7 hayam 100  muang saprakaraning
asin-asin deng asin kadiwas kawan bilunglung hantiga rumahan, tuak len
sangka ing jnu muang skar campaga ….

“jumlah yg dihidangkan ada
beras 57 karung, 6 ekor kerbau, 100 ekor ayam, dan aneka makan asin,
dendeng asin, ikan kadiwas, gurameh, ikan bilunglung, telur, rumahan,
tuak dari jenu, bunga cempaga ….

2.  Prasasti Panggumulan 902 M
“….
Ning tinadah skul matiman matumpuk asin-asin  daing kakap daing kadiwas
rumahan layar-layar hurang hala-hala hantiga samangkana pinaka gangan
hadangan prana 2 wdus 1 dinadyakan kla-kla samenaka amwilamwil … Tuak
siddhu jatirasa  duh ni nyung ….”

3. Prasasti Mantyasih I 907 M

. . . Lwirning tinhadah hadangann wok wdus ginaway samenaka muang muang
saprakara ning harangharang deng asin deng hanyang deng tarung muang
hurang halahala hantrini . . . .”

“Macam-macam masakan yg
dihidangkan  adalah daging celeng, kijang, kambing, dibuat serba lezat
dan berbagai macam harangharang, dendeng asin, dendeng hanyang, dendeng
tarung, dan udang, halahala, telur “.

4. Prasasti Rukam 907 M
“.
. . Lwir ning tiandah skul paripurna timan matumpuk tumpuk harangharang
deng kakap kadiwas ikan duri  deng hanyang kawan kawan rumahan
layarlayar halahala hurang dlag inaring muang hantrini gtam mangkana
gangan hadangan sapi  wok sukan dinadyakan klakla samenaka hana
amwilamwil atahatah kasyakasyan sangasangan ..  “ “.. Mangkanang ininum
twak siddhu cinnca ..”

“ . . . Hidangan yg dimakan  berupa nasi
paripurna, nasin tim, bertumpuk laukpauk: harangharang, dendeng kakap
kadiwas, ikan duri,daging hanyang kawankawan rumahan layarlayar halahala
udang gabus makanan yg dikeriungkan telur kepiting , sayur daging
kerbau  sapi babi … yang diminum tuak siddhu cinca

5. Prasasti Watukura I  902

Kapwa manadah tan hana kantuna ring irusan klakla ambilambil kasyan
letlet . . .  deng kakap kadiwas tenggiri hnus hurang bilunglung  . . .
Hana siddhu mastawa kinca kilang twak . . . .”

6. Prasasti  Linggasuntan 929 M
“.
. . Inangsean skul dangdangan hinirusan klakla ambilambil . . .
[sa]ngasangan haryas rumbarumbah kulupan tetis tumpuk tumpuk deng
hanyang deng hasin kakap hurang wilunglung . . . Manginum sidhu cinca
kilang twak . . . .”

Sumber lain yang mengungkapkan kekayaan
gastronomi tradisional  Jawa Kuno terdapat dala kitab-kitab Sastra,
yaitu dimana dalam Kitab Smaradahana, Bomakawya terdapat kata agerager
(agar-agar).  Kemudian dalam Kidung Nawa Ruci, Harsa Wijaya terdapat
kata “jawadah lumindih adulur, warnaning amikaikan dodol wajik mwang
parasi muwah tikang saramad” yang menjelaskan terdapatnya makanan dodol.
 Adapula kitab Adiparwa yang mengungkapkan kata “twak waragang badyag
twak ing tal budur”,  dan kitab Sutasoma yang mencantumkan kata “twak
badeg siwalan budur waragan”, dalam kedua kitab itu menggambarkan
tentang adanya tuak atau minuman beralkohol di masa tersebut.  Terakhir
terdapat pula kata dalam kitab Bomakawya yaitu “ikang rarawwan
amaregmaregi” yang menggambarkan keberadaan menu ikan.

Adanya
penelusuran, penggalian terhadap keberadaan makanan dan minuman masa
Jawa Kuna sangat diperlukan karena menurut Prof. Dr. Timbul hal tersebut
merupakan hasil lokal genius masa lalu.  Kekayaan gastronomi
tradisional Indonesia merupakan salah satu  unsur budaya yang dapat
dimanfaatkan dalam perkembangan kepariwisataan yang bersumber dari
kekayaan alam nusantara. Bagi penulis sendiri menjadi suatu hal menarik
saat mengetahui beragam menu makanan yang hingga hari ini diolah oleh
masyarakat Jawa, seperti dendeng asin, gurameh, telur, rumahan, daging
celeng, kijang, kambing udang, halahala, telur. nasi paripurna (nasi
tumpeng?), nasi tim, dendeng kakap, gabus telur kepiting , sayur daging
kerbau,  sapi,  babi.  Namun juga prihatin karena bahan baku yang sudah
tidak terdapat lagi karena gangguan ekosistem di masa sekarang.  Seperti
menu ikan kadiwas, ikan bilunglung, rumahan, tuak dari jenu, bunga
cempaga. dendeng hanyang, dendeng tarung, ikan duri, daging hanyang
kawankawan rumahan layarlayar halahala tuak siddhu cinca.

Penulis
pun pernah pula melakukan pengamatan ke Candi Borobudur dan Candi
Prambanan yang menunjukkan lekatnya gastronomi dalam kehidupan budaya
dan religi dalam reliefnya.  Bahkan dalam relief tersebut menemukan kue
Banjar yang saat ini masih dapat ditemukan dijual di kawasan Kotagede di
Yogyakarta. Bukankah ini saatnya pula kita melestarikan menu-menu
tradisional beserta bahan baku lokalnya agar tidak punah ditelan masa?
Semua tergantung kepada anda pembaca bahwa tanpa kesadaran untuk
melestarikan makanan dan minuman tradisional kita maka seiring itu pula
kita kehilangan jati diri bangsa sebagai bangsa yang sarat dengan
nilai-nilai lokal genius.  Karena pada dasarnya makanan dan minuman pun
memiliki makna filosofis yang melekat dalam kultur itu sendiri.

Sumber Referensi Artikel:
Dewi Turgarini, UPI Bandung & AGI


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top