Athena

Islam di Yunani

Secara geografis, Yunani berada di ujung paling selatan Semenanjung Balkan.

Yunani atau Greece adalah salah satu negara yang namanya di dalam kosa
kata bahasa Indonesia sama sekali berubah dari nama resminya. Konon penyebutan
nama Yunani untuk negara Greece ini terkait dengan penyebutan bangsa Arab
terhadap negara itu merujuk kepada wilayah Ioaninna atau Janina yang merupakan
wilayah Greece yang paling dekat dengan wilayah kekuasaan Islam yang sudah
sampai di Anatolia (Turki) pada masa itu.

Yunani atau Greece dikenal sebagai negeri para Dewa, Beribukota di
Athena yang juga merupakan nama salah satu Dewa Dewi nya bangsa Yunani. Negeri
yang dulunya merupakan wilayah kekuasan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) dan
kini menjadi sebuah Republik di benua Eropa satu satunya yang di ibukota
negaranya tidak memiliki satupun masjid.

Dua tetangga yang tak pernah benar benar rukun tampaknya cukup cocok
menggambarkan hubungan antara Turki dan Yunani, sejarah masa silam mau tidak
mau terbawa bawa ke masa modern saat ini. Yunani yang notabene merupakan negara
kelanjutan dari Byzantium di era modern sedangkan Turki tak lain adalah
kelanjutan dari pusat Emperium Usmaniyah, terus saja menjadi sentimen hubungan
diantara keduanya.

Bagaimanapun sejarah menceritakan bahwa Istanbul dulunya adalah
Konstantinopel pusat kekuasaan Emperium Byzantium yang kemudian ditaklukkan
oleh Emperium Usmaniyah menandainya berahirnya sejarah panjang Byzantium.
Romantisme kejayaan masa lalu adalah hal yang lumrah bagi peradaban manapun.

Pemanadangan sebuah desa muslim di kawasan Hamlet kidaris yang dihuni muslim Pomak, salah satu kawasan tempat tinggalnya minoritas muslim di Yunani di pegunungan Radhopi dekat perbatasan dengan Bulgaria. 

Muslim di Yunani

Muslim memang merupakan minoritas di Yunani. Merujuk kepada hasil sensus
di tahun 1991, jumlah muslim di negara itu tercatat sejumlah
97,605 jiwa atau sekitar 0.91% saja dari
keseluruhan penduduknya. Sedangkan data kementrian luar negeri Amerika Serikat
menunjukkan angka yang lebih besar, Muslim Yunani berjumlah sekitar 140.000 jiwa
atau setara dengan 1,24% dari keseluruhan penduduk Yunani.

Muslim Yunani terkonsentrasi di wilayah Western
Thrace
(Thrace bagian barat) yang
berada di wilayah utara Yunani berbatasan langsung dengan Turki, dan dulunya
memang pernah menjadi bagian dari wilayah emperium Usmaniyah Turki. Seperti
wilayah wilayah lain yang pernah menikmati masa jaya bersama emperium
Usmaniyah, muslim di
Western Thrace Yunani inipun terdiri dari berbagai suku
bangsa berbaur menjadi satu.

Diantara mereka dari suku bangsa Turki, Bulgaria yang berbicara bahasa
Pomaks dan sebagian kecil ada juga keturunan orang Yunani yang ber-Islam dimasa
kekuasaan Usmaniyah. Identitas asli dari muslim di
Western
Thrace
Yunani ini memang menjadi
perdebatan antara pihak Turki dan Yunani.

Pihak Turki beranggapan bahwa Muslim di Western
Thrace
sebagian besar adalah orang
orang Turki, sedangkan pihak Yunani berpendirian bahwa Muslim
Western Thrace merupakan
muslim dari etnis Pomak dan penduduk pribumi yang kemudian masuk Islam serta
menggunakan bahasa dan budaya Turki di masa kekuasaan Usmaniyah.

Argumen diantara kedua pihak tersebut tampaknya beraroma kewilayahan,
mengingat bahwa penyebutan identitas sendiri bagi muslim di
Western Thrace Yunani ini
berkaitan langsung dengan klaim wilayah tersebut oleh pihak Turki. Dari Pihak
Yunani tentunya tidak mau mengakui bahwa muslim di
Western
Thrace
sebagai orang Turki karena
hal itu malah mendukung klaim dari pihak Turki atas wilayah tersebut.

Sebuah masjid di desa di kawasan Xanthi, Western Thrace, tempat tinggalnya minoritas muslim di Yunani.



Pertukaran Penduduk Tahun 1923

Minimnya muslim di Yunani tak bisa lepas dari sejarah masa lalu. Dua
negara ini (Turki dan Yunani) menandatangani perjanjian
Treaty
of Lausanne
di tahun 1923 tentang pertukaran penduduk diantara
kedua negara tersebut paska perang Balkan.

Dalam kesepakatan itu, 1,5 juta orang orang Greek Anatolian atau orang
Yunani yang tinggal di semenanjung Anatolia yang merupakan wilayah Turki harus
meninggalkan wilayah itu ke wilayah territorial Yunani.

Perjanjian itu mengecualikan wilayah Western Thrace, 3000 orang Turki di Pulau Rhodes, dan 200
orang Turki di pulau Kos. Pulau Rhodes dan Kos dikecualikan dari perjanjian itu
karena pada saat perjanjian itu ditandatangani kedua pulau itu sedang berada di
bawah kekuasaan Italia.

Perjanjian itu juga mengatur perpindahan penduduk Turki yang beragama
Kristen Ortodok Yunani dipindahkan ke wilayah Yunani terpisah dari wilayah
Istanbul Yunani (Konstantinopel), Imbros (
(Gökçeada) and
Tenedos (Bozcaada),
dan semua
orangTurki yang tinggal di Yunani dipindahkan ke Turki terpisah dari Muslim Yunani
di wilayah Thrace Yunani.

Konsekwensinya adalah bahwa muslim yang tinggal di wilayah Western
Thrace dan Pulau Rhodes menjadi minoritas muslim yang tinggal di wilayah
Yunani. Dan Western Thrace menjadi semacam kantung wilayah muslim di Yunani.
Muslim di Western Thrace ini mencapai 28,88% dari keseluruhan populasi wilayah
itu.

Western Thrace adalah wilayah di Yunani berbatasan langsung dengan Turki dan Bulgaria yang menjadi semacam wilayah kantung bagi komunitas muslim di Yunani, wilayah ini menjadi konsentrasi bagi muslim Yunani sejak perjanjian pertukaran penduduk antara Yunani dan Turki paska perang Balkan.



Western Thrace terbagi kedalam 5 daerah (regional unit) yakni; regional
unit Kavala, Drama, Evros, Radopi dan Xanthy. Dari lima Regional unit tersebut
tiga diantaranya dengan populasi muslim yang cukup tinggi. Muslim di Regional
Unit Radopi mencapai 51,77% dari keseluruhan penduduknya, 41,19% di Xanthy dan
4,65% di regional unit Evros.

Penduduk yang tak Homogen

Pertukaran penduduk yang dilakukan diantara kedua negara itu tidak menghadirkan
komposisi penduduk yang tidak homogeny dalam etnis. Baik Muslim yang
dipindahkan ke wilayah Turki dari Yunani, begitupun sebaliknya, penduduk
Kristen yang dipindahkan dari wilayah Turki ke wilayah Yunani.

Umat Kristen yang dipindahkan ke Yunani dari Turki terdiri dari beragam
etnis tidak saja dari ernis Yunani termasuk yang mereka yang berbicara dalam
bahasa Georgia, Arab bahkan berbahasa Turki. Begitupun muslim yang dipindahkan
ke Turki dari wilayah Yunani tidak semuanya meruapakan orang Turki, diantara
mereka ada etnis Albania, Bulgaria,
Vlach, termasuk juga orang Yunani dari etnis Vallahades dari daerah western Greek Macedonia.

Hal tersebut terjadi dalam kaitannya dengan system Millet yang dipakai
di masa kekuasaan Usmaniyah Turki, dimana kesetiaan kepada agama dan negara
sulit untuk dibedakan karena agama yang menjadi hukum negara, dan dalam hal ini
Turki dan Yunani merupakan Bapak dari berbagai suku bangsa yang ada di wilayah
ini dalam pertaliannya dengan agama.

Di tahun 1922, minoritas muslim yang tinggal di Western
Thrace,
bagian utara Yunani, ada sekitar 86,000 jiwa. Terdiri dari
empat kelompok etnis yakni, Turki (biasa disebut dengan
Western
Thrace Turks), Pomaks (Muslim
Slavia
yang berbahasa
Bulgaria), Muslim Roma, dan Muslim Yunani. Masing masing kelompok ini
memiliki budaya dan bahasa mereka sendiri. 

B

Salah satu potret desa muslim di wilayah Xanthi, Western Thrace, Yunani.


Bila merujuk kepada perjanjian Lausanne pasal 45, muslim di western Thrace ini secara
resmi disebut dengan “kelompok minoritas muslim” namun kemudian secara tidak
resmi disebut dengan “minoritas muslim” saja sebagai satu kesatuan. Merujuk
kepada pemerintah Yunani, Muslim yang berbicara bahasa Turki di wilayah ini
mencapai 50% disusul kemudian oleh Muslim berbahasa Pomaks 35% dan Muslim Roma
15%.

Pemerintah Yunani enggan menyebut 50% tersebut dengan sebutan “Muslim
Turki” namun menyebutnya dengan “Muslim berbahasa Turki” dengan anggapan bahwa
tidak semua kelompok muslim ini adalah orang Turki namun juga terdapat ernis
lain termasuk ernis Yunani yang kemudian memeluk Islam dan menggunakan tradisi
dan bahasa Turki.

Muslim Yunani Saat ini

Minoritas muslim di Yunani mendapatkan hak yang sama dengan mayoritas
penduduk Yunani lainnya, termasuk hak terhadap pelindungan dari tindakan
diskriminasi dan kebebasan menjalankan agama yang diatur dalam pasal 5 dan
pasal 13 konstitusi Yunani. Di Wilayah Thrace sendiri kini ada tiga kemuftian,
sekitar 270 orang imam dan sekitar 300 masjid.

Di bidang politik, muslim minoritas di Yunani terwakili di parlement,
saat ini diwakili oleh anggota
PASOK Çetin Mandacı dan Ahmet Hacıosman. Dalam pilkada tahun 2002 yang lalu terpilih
sekitar 250 orang muslim duduk di bangku konsul di tingkat kota dan
prefectural, bahkan wakil
prefect (semacam wakil gubernur) di Unit Regional Rhadopi adalah seorang
muslim. Organisasi activist hak azazi terbesar di antara minoritas muslim Turki
di Yunani adalah
“Turkish Minority Movement for Human
and Minority Rights”

Pendidikan

Di wilayah Thrace terdapat 235 sekolah dasar bagi kelompok minoritas,
yang menggunakan bahasa pengantar Yunani dan bahasa Turki. Disana juga terdapat
dua SMP masing masing di
Xanthi dan di Komotini, tempat dimana penduduk minoritas ini
terkonsentrasi. Untuk daerah daerah terpencil di pegunungan daerah Xanthi
dimana sebagian besar etnis Pomak tinggal, pemerintah Yunani menyediakan sekolah
menengah pertama dengan bahasa Yunani, namun pendidikan agama disampaikan dalam
bahasa Turki dan pelajaran AlQur’an disampaikan dengan bahasa Arab.

Bangunan Masjid Hasan Pasha atau dikenal dengan nama Masjid Chania di pulau Crete, Yunani. bangunannya masih terawatt karena memang di konservasi oleh pemerintah Yunani namun sudah tidak difungsikan sebagai masjid melainkan sebagai sebuah galeri seni.



Bahasa Pomak yang secara esensial dianggap sebagai dialek Bulgaria,
tidak digunakan dalam system pendidikan di Yunani. Pemerintah  membiayai ongkos transport dari dan ke
sekolah bagi murid sekolah yang tinggal di daerah terpencil dan pada tahun
akademik 1997-1998 pemerintah setempat telah mengucurkan dana sekitar  USD
195,000 untuk biaya transportasi dimaksud.

Ada dua sekolah tinggi agama Islam di Yunani, masing masing di Komotini, dan di Echinos
(
kota kecil di Xanthi regional unit, yang
meyoritas dihuni oleh muslim Pomak)
, dibawah undang undang nomor 2621/1998, kualifikasi dua
sekolah tinggi ini diakui dan disejajarkan dengan pendidikan tinggi keagamaan
(seminari) yang dikelola oleh pihak gereja
Orthodox Yunani. Dan 0,5% bangku perguruan tinggi Yunani
disediakan bagi penduduk minoritas. Semua institusi pendidikan dimaksud
didirikan oleh Pemerintah.

Keluhan

Keluhan utama dari kelompok minoritas muslim Yunani terkait dengan
penunjukan Mufti (pemimpin agama Islam), Pemerintah Yunan mulai menunjuk mufti
bukan dengan melaksanakan pemilihan setelah wafatnya mufti sebelumnya di
Komontini di tahun 1985 (hal ini melanggar Undang undang nomor
2345/1920 tentang
keberlangsungan hidup kebudayaan)
, walaupun sesungguhnya hal yang dilakukan oleh
pemerintah Yunani tersebut umum terjadi di Turki sekalipun, hal tersebut
dilakukan mengingat Mufti juga memiiki fungsi Judisial dalam masalah rumah
tangga dan hukum warisan, negara harus menetapkannya.

Namun demikian, pengamat hak azazi manusia menganggap hal tersebut
melanggar isi perjanjian
Lausanne yang memberi hak kepada minoritas muslim untuk
mengornaisir dan melaksanakan urusan keagamaan tanpa campur tangan pemerintah.
Meskipun tidak jelas benar apakah yang dimaksud termasuk dalam hal hukum
warisan masuk dalam katagori urusan keagamaan.

Dalam pelaksanaannya ada dua mufti untuk masing masing wilayah, satu
orang mufti ditunjuk oleh melalui keputusan presiden dan satu orang mufti
dipilih oleh ummat Islam. Mufti terpilih untuk wilayah Xanthi adalah Mr, Aga,
lalu pemerintah menunjuk
Mr Sinikoğlu sebagai Mufti dari pihak pemerintah. Mufti terpilih
untuk daerah
Komotini adalah Mr Şerif dan pemerintah menunjuk Mr Cemali dari pihak pemerintah

Yeni Camii di Thesaloniki sempat menuai kontroversi manakala walikota setempat mengizinkan digunakannya kembali bangunan ini sebagai masjid meskipun hanya satu hari saja dalam setahun. Bangunan masjid ini kini difungsikan sebagai museum dan galeri seni.



Merujuk kepada pemerintah Yunani, pemilihan yang memenangkan Mr Aga dan Mr Şerif terdapat
kecuangan dan teramat sedikit warga muslim yang ikut serta dalam pemilihan
tersebut.  Upaya tersebut dianggap
sebagai tindak pidana sebagaimana di atur dalam hukum pidana Yunani dan kedua
mufti tersebut kemudian dituntut dan dijatuhi hukuman penjara dan denda. Namun
manakala masalah tersebut sampai ke Pengadilan HAM Eropa, pemerintah Yunani
justru di vonsi bersalah melanggar hak kebebesan beragama terhadap
Mr Aga dan Mr Şerif.

Issue kontoversial lainnya dalah terkait dengan pasal 19 Undand undang
kewarganegaraan Yunani yang membolehkan pemerintah mencabut kewarganegaraan
bagi yang bukan etnis Yunani dan keluar negeri. Merujuk kepada data statistik,
terdapat 
46,638
Muslim (
kebanykan dari mereka
adalah muslim Turki) dari
Thrace dan Pulau Dodecanese kehilangan kewarganegaraan mereka dari tahun
1955 hingga 1998 sampai kemudian aturan tersebut dihapuskan di tahun 1998. 

Kasus terahir adalah pelarangan pemerintah Yunani bagi penggunaan
istilah “Turk” dan “Turkish” untuk menyebut minoritas muslim secara
keseluruhan. Dampaknya adalah sejumlah organisasi termasuk organisasi
“Turkish Union of Xanthi”, dilarang oleh pemerintah karena menggunakan nama “Turkish” di organisasi
mereka. Di tahun 2008 Pengadilan HAM uni Eropa memutuskan bahwa pemerintah
Yunani telah melanggar kebebasan berserikat dan meminta untuk mencabut
pelarangan terhadap organisasi tersebut, namun pemerintah Yunani enggan
mematuhi keputusan tersebut.***

——————————————————————
Follow
& Like akun Instagram kami di 
@masjidinfo
🌎 gudang
informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi
dunia Islam.
——————————————————————

Baca Juga

Islam
di Islandia

Islam
di Lithuania

Islam
Di Estonia

Islam
di Kostarika

Islam
di Azerbaijan

Islam
di Belarusia 


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top