Oiya, meskipun desa tempat Aris bernama Ujung Gunung, tidak ada gunung di Menggala dan nama jalan di desa tempat temanku tinggal masih menggunakan istilah Belanda yang tersusun dengan sistem blok, dari straat 1 sampai dengan straat 5 (Straat atau
street dalam bahasa Inggris yang berarti jalan).
 |
Kace berfoto di salah satu rumah tetangga Aris di Ujung Gunung pakai kamera mode suara, dari sekian foto cuma ini yang genah, huehehehe |
Di dekat rumah Aris, ada sebuah bangunan besar berdiri di tepi sungai bernama Tangga Raja. Tangga Raja sebuah bandar kecil yang dulunya adalah tempat naik dan turunnya raja dari sungai. Di bangunan ini, terdapat sebuah jembatan hingga ke sungai yang fungsinya sebagai tempat kapal bersandar ketika air sedang naik, terutama saat musim hujan.
 |
Sore di tepi sungai Tulang Bawang |
 |
Gedung Tangga Raja di Ujung Gunung, Menggala |
Meskipun baru ini melihat sungai besar di Lampung, aku baru sadar kalau ternyata sungai Tulang Bawang adalah sungai terbesar dan terpanjang ke empat di Lampung. Aris bilang kalau sungai ini berhulu di Way Kanan dan melintasi Lampung Utara, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang, Mesuji dan bermuara ke timur Teladas.
 |
Foto kiriman dari Aris tempo hari. |
 |
Tangga Raja di musim hujan Februari lalu. |
Setelah puas mengambil gambar di Tangga Raja, kami pun menelusuri Straat 1 melewati sebuah desa bernama Kampung Bugis yang khas dengan rumah panggung kayunya. Konon, tinggi rumah panggung di sana menandakan setinggi apa permukaan air sungai saat musim hujan atau banjir.
 |
Rumah-rumah berpanggung di Kampung Bugis |
Dulu, kampung ini adalah sebuah pusat perdagangan yang sering dikunjungi orang Bugis sehingga dinamakan demikian. Namun seiring berjalannya waktu, banyak penduduk berdiaspora dan menempati tempat tersebut hingga akhirnya berbaur satu dengan yang lainnya.
 |
Sisi lain Kampung Bugis |
 |
Dokter Dani lewat. |
 |
Salah satu rumah di Bugis dengan angka 1858 terpasang di atas rumah. |
Menjelang sore, kami pun lanjut bermotor menuju Cakat Raya, kira-kira 15 menit dari Menggala. Cakat Raya berada di atas sebuah bukit kecil yang tempatnya cukup lapang dan terbuka. Meskipun tidak tinggi, dari atas sana, bisa terlihat Menggala hingga luasnya hamparan kebun tebu milik Sugar Group Company (SGC) yang aku lewati saat menuju Menggala.
 |
Candi Prambanan di Cakat Raya |
Cakat Raya adalah sebuah komplek bangunan di puncak bukit yang akan direncanakan menjadi objek wisata semacam Taman Mini Indonesia Indah. Di tempat itu ada banyak ditemukan rumah tradisional nusantara yang dibangun, namun sayang, pembangunannya tidak dilanjutkan, sehingga hanya ada beberapa bangunan saja yang berdiri dan ada pula yang tidak selesai pengerjaannya.
Selain rumah tradisional, di bukit tersebut terdapat sebuah candi mirip Candi Prambanan, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dulu, aku mengira tempat ini adalah sebuah tempat orang Hindu untuk bersembayang, namun ternyata hanya bangunan biasa yang sengaja dibangun untuk dijadikan objek wisata.
Hari mulai petang, kami pun pulang ke rumah dan bersiap-siap menghadiri pesta pernikahan salah satu rekan Aris di tempat dia mengajar dan setelah itu aku diajak Aris mencoba makan mie di tempat yang sangat terkenal di Menggala. Tempat makan ini hanya menyediakan mie instan dari berbagai merek seperti Indomie, Mie Sedaap, Sarimi, Mie 100, dan lain-lain dalam varian rasa yang lengkap. Gokil!
 |
Posko Mie Fauzi, warung mie instan terlengkap sejagat raya. Mau mie apa aja ada di sini. |
Esoknya, Aris mengajakku untuk berkapal di sungai Tulang Bawang. Berkat bantuan menaknya (paman), kami pun mendapatkan pemilik ketek atau perahu yang mau menyewakan perahunya. Rencananya, kami akan berkapal menuju sebuah kampung tua di Tulang Bawang Barat bernama Pagardewa.
Sesuai waktu yang sudah dijanjikan, kami pun menuju Tangga Raja untuk menemui si pemilik perahu yang sudah siap mengantarkan kami berlayar. Satu persatu dari kami mulai naik ke atas perahu. Ternyata naik ke atas perahu macam ini cukup sulit, Pemirsa. Kami harus berhati-hati menjaga langkah agar perahu tetap seimbang atau perahu bisa terbalik begitu saja.
 |
Siap berkapal |
Konon, orang Menggala percaya bahwa pernah ada sebuah kerajaan berdiri di Menggala yang bernama kerajaan Tulang Bawang (To-Lang Po-Hwang). Kerajaan ini berdiri di hulu sungai Tulang Bawang, antara Menggala dan Pagardewa. Meskipun banyak kisah dituturkan oleh tetua adat tentang kerajaan ini, berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, kerajaan ini cukup sulit untuk ditelusuri keberadaan fisiknya karena minimnya catatan dan peninggalan sejarah yang bersangkutan dengan kerajaan tersebut.
 |
Singgah dulu untuk makan siang |
Menjelang zuhur, Bang Agus si nakhoda kapal pun meminggirkan perahunya di kebunnya untuk rehat dan santap siang. Ikan-ikan yang sudah kami beli di dekat rumah Aris pun siap kami bakar. Tak jarang kelakar teman-teman Aris mengiringi kami memasak, walaupun ada dari cerita mereka yang tidak aku pahami karena mereka menggunakan bahasa Lampung Pepadun. Jadi, bahasa Lampung yang mereka pakai sehari-hari berbeda dengan bahasa Lampung yang aku kuasai.