Umum

Kuliner Tradisional : Apa Masih Menjadi Identitas Masyarakat Atau Sudah Mengalami Pergeseran Makna

PENDAHULUAN :
Kuliner etnik atau kuliner rakyat atau kuliner
tradisional, merupakan salah satu hasil aktifitas kebudayaan dari
suatu masyarakat. Sehingga antara kuliner dan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan. Mereka menyatu dalam satu struktur kebudayaan yang secara
sadar digerakkan oleh masyarakat tersebut.

Dengan menyesuaikan
kondisi geografik masyarakat menyusun dan mengolah masakan dengan
kebiasaan yang mereka ciptakan sendiri. Struktur kebudayaan yang telah
bergerak mengandung satu manifestasi / ide / gagasan kebudayaan yang
wajib untuk ditafsirkan. Dengan kata lain, mengandung satu makna
filosofis bagi masyarakat setempat. Pemasukan gagasan kebudayaan
tersebut ditujukan untuk memberikan nilai yang kemudian akan diturunkan
ke generasi berikutnya.

Dalam kuliner etnik, biasanya makna
filosofis yang terkandung didalamnya dapat ditandai dengan penggunaan
bahan masakan. Artinya setiap bahan dasar masakan memiliki fungsi
maknanya sendiri, bukan hanya sekadar hasil akhir yakni “dimakan”
melainkan kuliner tersebut membawai satu makna filosofis yang mendalam
bagi masyarakat setempat.

Hal ini dikarenakan masakan merupakan
agen vital bagi pertumbuhan tubuh. Lebih dari itu, masakan berasal dari
alam dan akan semuanya itu dikembalikan lagi ke alam. Dengan kata lain
alam dan tubuh berada dalam satu lingkaran siklus, yang mana siklus ini
akan selalu berputar ketika pewarisan ide/gagasan masih berjalan dengan
baik.

Penggunaan masakan sebagai representasi filosofis
masyarakat bukan tanpa sebab,  sejak zaman dulu manusia telah mengenal
kebiasaan untuk mempersembahkan sesaji. Seperti yang terjadi di zaman
pagan (agama penyembah alam) dimana dalam masyarakat pagan mereka
menggunakan daging binatang buruan sebagai sesaji. Dan daging tersebut
dibakar karena pada saat itu kebiasaan memasak dengan cara digoreng
belum dikenal oleh masyarakat tersebut.

Hal yang terjadi
menyatakan, suatu kebudayaan akan menciptakan cara tersendiri untuk
merepresentasikan makna filosofis yang dipercayai oleh tiap pelaku
kebudayaan dalam bentuk kuliner. Makanan rakyat atau kuliner tradisional
mengandung satu manifestasi kreatifitas kebudayaan yang berlangsung di
dalam satu masyarakat setempat, dimana manifestasi ini berupa nilai yang
kemudian akan diturunkan ke anak cucu.

MAKANAN:
Proses
kehidupan manusia baik sejak dalam kandungan hingga akhir hayatnya, tak
dapat melepaskan dirinya dari makan dan minum. Karena sangat pentingnya
makanan bagi sebuah suku bangsa, maka terdapat keyakinan tertentu bahwa
sumber makanan secara simbolik disamakan dengan dewa-dewi suci.

Budaya
Jawa memandang tanaman pangan dan tanaman obat sebagai bagian dari
kearifan lokal yang berbasis pada sistem kepercayaan. Sebagai contoh,
masih adanya keyakinan Dewi Sri merupakan simbol kesuburan dan
kesejahteraan boga. Sedangkan masyarakat pesisisir di Jawa Timur
menjauhi ikan tertentu karena diyakini sebagai hewan jelmaan dari Dewa
yang telah menyelamatkan para nelayan di laut lepas. Meskipun adat
budaya Jawa mengalami perubahan sosial yang sangat luar biasa, namun
tradisi atas boga dan husada sampai sekarang masih melekat pada
masyarakat setempat.

Dalam adat Jawa, hal yang berkaitan dengan
bahan makanan dan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari sistem
kepercayaan dan sistem sosial budaya. Seperti juga masyarakat Bali,
melalui konsep budaya Tri Hita Karana, memandang tanaman merupakan suatu
yang bermakna religius yang mewakili kearifan lokal adat masyarakat
setempat. Banyak lontar suku Bali menuliskan berbagai khasiat dan
manfaat tanaman untuk upacara keagamaan, obat dan makanan yang semuanya
bernilai religi dan punya pesan moral untuk pengolahan maupun
pengadaannya.

Dalam kehidupan modern, ada hal-hal yang secara
tradisi belum tentu usang atau kuno, bahkan yang telah mengalami
perubahan makna menjadi lebih eksotis, yaitu ciri khas yang bernilai
ekonomi, sosial, dan budaya. Akibat dari transformasi budaya, banyak
kalangan merindukan masa lalu untuk hadir kembali ke masa kini dalam
balutan modern. Secara global terdapat pergeseran nilai untuk kembali
kepada alam (back to nature); seperti dalam upaya mempopulerkan kembali
minuman air putih , pemanfaatan tanam-tanaman obat secara alamiah untuk
penyembuhan penyakit, kosmetika dan stamina kesehatan.

Hal ini
lumrah terjadi karena dalam perspektif pos-modern, konsep-konsep “the
past in the present” merupakan fenomena budaya yang berimplikasi pada
peningkatan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Kesemua itu pada
akhirnya bermuara pada konsep penguatan identitas budaya sebagai bagian
dari sistem ketahanan sosial budaya masyarakat setempat yang dalam
aplikasinya memberi nilai positif terhadap kehidupan ekonomi mereka.
Sebagai contoh seperti tumbuhnya rumah makan yang menyajikan menu
tradisional dan kuliner maupun obat-obatan yang mampu memperkuat
identitas budaya yang dapat dijadikan kekuatan ekonomi dan ketahanan
nasional.

KULINER RAKYAT :
Secara sederhana, identifikasi
kuliner dapat di-klasifikasi berupa makanan, minuman, dan makanan ringan
atau jajanan. Sedangkan klasifikasi makanan dapat dibedakan antara
makanan harian dan makanan adat tradisi yang berkaitan dengan peringatan
daur hidup dan makanan untuk sesaji upacara ritual. Klasifikasi minuman
terdiri dari minuman ringan dalam kegiatan sehari-hari maupun untuk
upacara adat dan resepsi. Terdapat pula minuman jamu untuk terapi
kesehatan yang dikonsumsi sebagai minuman segar. Klasifikasi tersebut
merupakan identifikasi atas bahan, manfaat dan nilai, karena kuliner
merupakan bagian dari kehidupan manusia, kebudayaan dan lingkungannya.

Dalam
perspektif budaya, kuliner menggambarkan sebuah identitas lokal yang
mencirikan lingkungan dan kebiasaan. Kuliner juga menggambarkan
representasi, regulasi, konsumsi dan produksi dari kebudayaan yang
berkembang di suatu masyarakat. Pola makan dan jenis makanan masyarakat
dapat menggambarkan perilaku gaya hidup seperti kesehatan, lingkungan
dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya.

Kuliner adalah
proses hasil suatu sikap dan produk perilaku sosial dari suatu
masyarakat dengan berbagai macam makna-nya maupun dapat menunjukkan
latar belakang sosial, ekonomi dan penggolongan masyarakat bersangkutan.
Oleh sebab itu dalam tata boga suatu masyarakat, kuliner ada kalanya
dikelola dengan regulasi adat yang berisi anjuran, pantangan dan etika
tata-cara pemanfaatannya.

Berdasarkan pemahaman di atas, secara
umum dapat dikatakan bahwa kuliner tradisional merupakan spiritulitas
non-verbal folklore dari identitas sosial budaya suatu masyarakat
setempat. Disini yang dimaksud dengan folklore adalah suatu keyakinan
tradisional, adat istiadat, dan cerita / dongeng dari masyarakat,
melewati garis kehidupan generasi ke generasi dari mulut ke mulut.

Kuliner
tradisional dipahami sebagai gambaran kompleksitas antara pola hidup
masyarakat yang mampu menghadirkan identitas kolektivitas dan
representasi sosial budaya berbasis tata boga. Baik itu dalam
mengkonsepkan makanan, fungsi sosial makanan, cara memperoleh makanan,
cara mengolah makanan dan cara menyajikan makanan. Dengan demikian ada
keterkaitan antara identitas sosial dengan representasi budaya, pola
konsumsi dan produksi makanan yang melatar belakangi aturan dalam
menyepakati produk budaya berupa kuliner tradisional.

Sebagai
non-verbal folklore, makanan tradisional menyimpan informasi mengenai
pola hidup masyarakat berdasarkan bahan-bahan makanan dan cara
pengolahan makanan. Memahami karakter makanan rakyat (kuliner
tradisional) dapat berimplikasi terhadap aspek sosial, ekonomi dan
kesehatan. Oleh sebab dapat dikatakan ada kaitan erat antara kebiasaan
tata-kelola kuliner tradisional dengan tata-kelola taraf hidup sosial
budaya masyarakat, karena pola makan punya hubungan dengan ketersediaan
sumber pangan berbasis kekuatan dan produktivitas ekonomi.

Selain
itu, ke-aneka-ragaman olah makanan rakyat melalui tradisi kuliner
masyarakat menunjukkan pola-pola kesamaan hidup dalam interaksi sosial,
sehingga secara “local indigenous” (adat penduduk asli lokal setempat)
menggambarkan kearifan lokal pangan yang menginformasikan keadaan taraf
atau tingkat tata kehidupan sehat, sosial, religi, dan
inisiatif-inisiatif lokal.

Hal yang paling penting dalam
menentukan apakah sumber-daya alam, sosial, lingkungan dan budaya
memberikan sumbangan yang berkesinambungan pada masyarakat adalah dengan
mengetahui informasi bagaimana masyarakat memiliki ases sumber-daya
hayati, menjadikannya sebagi identitas, mengembangkannya sebagai
fungsi-fungsi sosial yang positif dan mengkreasikannya dalam tata
makanan rakyat (kuliner tradisional) sebagai representasi kekuatan
sosial. Berdasarkan inventarisasi makanan, bahan makanan, pengolahan dan
penyajiannya dapat diketahui representasi sosial dan taraf pola hidup
sehat berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber hayati.

Seperti
halnya kajian terhadap bumbu-bumbu makanan dapat menginformasikan kepada
kita mengenai tingkat pangan dan gizi keluarga yang berbasis herbarial
medicine. Oleh karena itu budaya kuliner tradisional dapat dijadikan
indikator analisa terhadap identitas, representasi dan kebiasaan
konsumsi masyarakat setempat. Selain itu, produksi dan regulasi makanan
tradisional dipandang sebagai informasi sumber kekayaan budaya suatu
budaya masyarakat setempat.

PERGESERAN MAKNA :
Seiring dengan
perkembangan zaman, spiritulitas kuliner tradisional tidak lagi
mendapatkan tempat bagi masyarakat Indonesia sehingga identitasnya
mengalami pergeseran makna. Faktor globalisasi dan dampak pasar bebas
yang menyebar dalam kehidupan kita selama ini menyebabkan beberapa
perubahan yang secara sadar diubah oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam
penyebarannya, walaupun telah dicoba untuk menyesuaikan dengan
kebudayaan lokal setempat, yang kemudian mendapatkan persetujuan dari
masyarakat, adalah hanya berupa pengakuan bahwa kuliner tradisional itu
masih ada (exist). Yang terjadi sekarang, kuliner etnik atau kuliner
rakyat atau kuliner tradisional telah mengalami pergeseran makna. Yang
awal mulanya digunakan sebagai pengingat untuk menjaga keseimbangan
alam, kini kehadirannya semata hanya sebagai bukti fisik sejarah tanpa
makna nilai filosofis, ritual dan pesan folklore dari para leluhur.

Pembaharuan
ide / gagasan yang mendiami satu kuliner etnik merupakan hal yang
memang semestinya terjadi. Zaman semakin berubah dan hal-hal yang baru
akan selalu ada, sehingga kuliner rakyat mampu bertahan seiring dengan
zaman dan seyogyanya harus ada bagian-bagian tertentu yang diubah.
Misalkan dengan pergeseran maknanya. Meskipun hal ini tidak dilakukan
dengan sengaja, namun benturan antara manifestasi kebudayaan lama dengan
kebudayaan baru akan selalu menghasilkan satu perpaduan, yang jika
dicermati masih mengandung ide –ide lama dan ada bagian sendiri bagi
ide-ide baru.

KATA PENUTUP :
Kuliner tradisional merupakan
salah satu kekayaan budaya yang sepatutnya harus digali kembali
popularitasnya. Sebagai salah satu aset budaya, upaya itu dapat
dilakukan melalui revitalisasi dan proses transformasi melalui konsep
invented tradition yang bernilai ekonomis dan daya jual promotif untuk
pariwisata dan budaya. Upaya ini perlu dilakukan untuk mengimbangi
serbuan kuliner asing dan model franchise kuliner akibat dampak pasar
bebas dan globalisasi. Kuliner tradisional di Indonesia semakin tidak
popular dan kalah dengan Thailand, Jepang dan China. Kuliner sebagai
bagian dari folklore, sudah semestinya diusahakan untuk dipopulerkan
kembali, baik oleh Pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat secara
luas.

Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya kuliner
tradisional Indonesia disebabkan terlalu banyak varian dan cara masak
yang terlalu lama, sudah tentu bukan suatu penilaian yang benar sama
sekali. Ada keterkaitan antara sumber perolehan bahan makanan,
kebudayaan, tradisi dan tata kebiasaan masyarakat. Oleh sebab itu
makanan tradisional bagi masyarakat pemilik kebudayaan merupakan sumber
pangan, obat-obatan dan sekaligus sebagai sarana pelaksanaan adat,
tradisi dan sistem kepercayaan. Kuliner juga dapat dipandang sebagai
modal ekonomi, karena dengan basis pariwisata dapat meningkatkan devisa
negara sebagaimana telah berhasil diterapan di Thailand.

Untuk
tujuan pemberdayaan, perlindungan dan kelestarian lingkungan, dengan
melihat keanekaragaman kuliner tradisional rakyat, dapat dibuat rencana
yang berkaitan dengan penguatan dan pemberdayaan ekonomi, sosial dan
budaya rakyat. Informasi mengenai makanan rakyat dan tata-kelolanya
perlu didukung oleh etnobotani, etnologi dan etnonomics sebagai bagian
dari ilmu yang mencoba memahami masyarakat secara partisipatif dan
seluruh kearifan lokal yang ada. Oleh sebab itu, kuliner tradisional
bukan saja sebagai ilmu tata boga tradisional melainkan dapat juga
menjadi ruang pengetahuan dan kearifan lokal.

Sumber referensi artikel:
George, Susan. (terj. Sandria Komalasari). 2007. Pangan dari Penindasan sampai ke Ketahanan Pangan. Yogyakarta: Insist.
J. Daeng , Hans. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wahono, Francis, dkk. 2004. Pangan Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top