
Pesisir pantai barat Pulau
Sumatra (Sumatra’s Westkust) menjadi daya tarik tersendiri bagi para pedagang asing untuk menyandarkan kapalnya di Minangkabau. Keberadaan
hasil alam Ranah Minang, terutama hasil tambang dan rempah-rampah, banyak diburu pedagang asing terutama bangsa Eropa seperti
Belanda dan Inggris.
perjalanannya, bangsa Eropa tersebut mulai membuka kantor dagangnya hingga menjajah, seperti bangsa Belanda yang banyak membangun infrastruktur penting kala itu, salah
satunya yang menarik adalah benteng. Keberadaannya ini digunakan sebagai
lokasi pengawasan,
perlindungan, perdagangan, hingga pertahanan.
peninggalannya tidak begitu banyak yang tahu dan diceritakan. Hingga saat ini masih dapat
dijumpai dan ada juga telah menjadi kenangan. Berikut saya telah rangkum beberapa benteng
peninggalan bangsa Belanda pada masa VOC yang ada di Ranah Minang:
VOC: Muaro Padang
![]() |
Plan van het Fort te Padang en omleggende landen. ca. 1695 (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
mulanya berupa hamparan hutan lebat dan rawa-rawa yang berada dataran rendah.
Seiring dengan berjalannya waktu Kota Padang ini tumbuh dan berkembang menjadi
kawasan yang ramai dikunjungi oleh pedangang, karena memiliki pelabuhan dan
tempat jual beli hasil bumi dari pedalaman Minangkabau.
melalui VOC masuk ke Kota Padang dibangunlah sebuah benteng sebagai basis kekuasaan pertahanan dan pengintaian, termasuk di dalamnya untuk mengamankan kedudukan politik dan hukum terhadap Kota Padang dari bangsa lainnya.
Sumatra’s Westkust, omstreeks de helft der achttiende eeuw, Bijdragen tot de taal-, land- en
volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Volume 39, 01 Januari 1890, menuliskan
bahwa benteng kompeni di Kota Padang ialah Benteng Muaro, terletak di tepi sebelah
utara Batang Arau, di kaki Gunung Padang.
1665. Benteng ini memiliki tembok tinggi dan
tebal, dikelilingi parit-parit dalam dan menghadap ke sungai Batang Arau. Rusli
Amran dalam Padang Riwayatmu Dulu, menceritakan benteng yang merupakan loji itu
berbentuk empat segi dengan masing-masing sisi hampir 100 meter panjangnya. Tinggi
dindingnya 6 meter. Di tiap sudut terdapat sebuah menara. Loji ini dilengkapi
dengan 7 pucuk meriam.
cukup lama, karena sekalipun alat-alat bangunan telah didatangkan dari
Batavia, akan tetapi Panglima Padang pemimpin pribumi Padang masa itu menghalang-halangi proses pengerjaannya.
Di dalam benteng itu, catat Mansoer. dkk dalam Sedjarah Minangkabau, bertempat
kediaman het opperhoofd van Padang dengan
pangkat koopman, atau
lazim disebut commandeur,
atau Tuanku Kemendur. Wakilnya adalah onder koopman, komandan pasukan
dengan pangkat letnan muda. Berdiam di dalam benteng itu vaandrig dan pasukannya.
![]() |
Plan van het Fort te Padang en omleggende landen 1700-1709 (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
gudang-gudang tempat menyimpan rempah-rempah, barang dagangan VOC, dan gudang
senjata. Sementara di luar benteng berkembang pemukiman-pemukiman para pensiun
dan orang-orang tua bangsa Belanda yang secara politik tidak berarti lagi bagi
kompeni. Mereka disebut kaum mardijkers.
Benteng dan pemukiman orang asing di luar benteng inilah yang kemudian menjadi
cikal bakal Kota Padang era kolonial.
Minangkabau ditangkap lalu kemudian dipenjarakan di dalam benteng itu, untuk
kemudian dibuang ke luar daerah akibat perlawanan frontal mereka terhadap
kekuasaan kompeni di Padang. Pada awal-awal kekuasan VOC di Padang, misalnya,
kas kompeni dagang Belanda tersedot untuk mengakhiri perlawanan mantan-mantan
petinggi Aceh yang mendapat dukungan dari penduduk setempat.
masih harus menanggungkan derita yang sama. Sebagaimana dicatat Christine
Dobbin, bahwa pada tiga dekade akhir abad ke-17, dua orang Minangkabau yang
paling kaya yang tidak mau menjalin sekutu dagang dengan Belanda, tetapi
memilih berhubungan baik dengan Aceh, misalnya, bersama keluarganya ditangkap
dan dipenjarakan sebelum kemudian dibuang.
antara penyerang ada yang terbunuh ada juga yang kemudian tertangkap
hidup-hidup, dipenjarakan dalam benteng, sebelum akhirnya dibuang.
pada 1691, Panglima Raja dan 50-60 orang Pauh menyepung benteng ini untuk
membebaskan tahanan yang ada di dalamnya sekalipun gagal karena air sungai
membesar akibat hujan deras berhari-hari. Pada beberapa dasawarsa sebelum itu,
benteng ini pernah pula dikepung juga untuk memaksa kompeni membebaskan 9
orang tahanan pribumi Pauh yang dipenjarakan di dalamnya.
lainnya di Hindia, Benteng VOC di Muara Padang dilengkapi dengan satu ruangan
yang disebut de boien dalam lidah penjelajah Belanda awal, yang
berfungsi sebagai tempat pemenjaraan tawanan dan tahanan atau sebagai alat
preventif, maupun sebagai penjara bagi budak-budak.
tentang penjara di dalam benteng ini, kecuali bahwa sebagaimana penjara dalam
benteng kompeni di daerah lainnya, tempat ini lembab karena langsung berdiri di
atas tanah. Tidak ada ventilasi sehingga keadaan di dalamnya pengap dan
bau.
ini tidak dapat dijumpai lagi, karena telah dihancurkan oleh tentara Inggris pada 1781. Rusli Amran dalam Padang
Riwayatmu Dulu, mengisahkan andaikata tidak dihancurkan Inggris,
dinding-dinding benteng itu pun akan hancur sendiri dilalap akar pohon-pohon
kelapa yang banyak tumbuh di dekatnya. Tiga sisi benteng itu dikelilingi oleh
bukit berbentuk tapal kuda dengan kedua kakinya menghadap ke sungai.
Baca: Kota Tua Padang Kisah Lampau dari Hangatnya Keberagaman dan Harapan
VOC: Pariaman
![]() |
Peta lokasi benteng VOC di Kota Pariaman (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
Ternyata Priaman atau Kota
Pariaman pada zaman dulunya memiliki benteng yang bermula dengan membuka loji
pada 1671 dan selanjutnya membangun sebuah benteng Fort Vredenborg (juga disebut
Vredenburg and Vreedenburg) pada tahun 1684.
ini, Kota Pariaman dikuasai oleh Kesultanan Aceh, bersama Padang dan Indrapura
serta beberapa kawasan VOC lainnya di pantai barat Sumatra. Meskipun akhirnya
berdamai, perdagangan di daerah ini tetap dipengaruhi oleh konflik antara
Sultan Aceh dan kerajaan-kerjaan kecil di sekitarnya.
persaingan dengan perusahaan dagang Inggris menjadi masalah akut di sini.
Beberapa kali pos di Pariaman ini ditinggalkan, termasuk tahun 1698. Akhirnya
dihapus tahun 1770 bersama Air Bangis and Tiku.
ini belum ada yang mengetahui akan lokasi keberadaannya. Meski dalam situs Atlas
of Mutual Heritage ditunjukan lokasinya. Sebagai informasi situs ini merupakan
database online yang menyediakan informasi, peta, gambar, cetakan dan lukisan
dari lokasi yang terkait dengan Perusahaan India Timur dan Barat Belanda.
VOC: Painan
![]() |
Peta benteng VOC di Paianan (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
Di Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, VOC
mendirikan Benteng Fort Cronenburg. Daerah ini menghasilkan emas dan perak.
Sebelumnya VOC membelinya dengan cara barter kepada penduduk lokal. Pada tahun
1667 VOC memeperoleh izin menambang emas dan perak di Silido dari raja Indrapura,
Tarusan and Bajang .
pertambangan emas dibuka. Masalahnya adalah pengolahan petambang orang Eropa sangat mahal
dan tidak cocok dengan iklim tropis. Pada tahun 1696, pertambangan
ditutup sementara. Dilanjutkan lagi pada awal abad ke-18 dengan mempekerjakan
budak-budak dari Madagascar.
lingkungan yang tidak sehat di pertambangan, kemudian tingkat kematian sangat tinggi.
Dari sini emas dan perak dikapalkan dalam bentuk mentah, karena untuk membuat
proses pengolahan logam sendiri memerlukan biaya yang sangat besar.
Akhirnya tambang ini disewakan VOC kepada Angku Lareh Sillido. Seperti halnya benteng
di Kota Pariaman, benteng VOC di Painan ini juga belum ada yang mengetahui jejak
keberadaannya
VOC: Pulau Cingkuak
![]() |
Plan van Poele Chinco, met eene afteekening van den Berg. Notities verso: 1582 (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
Poulo Chinco atau Pulau Cingkuak merupakan salah satu pulau yang memiliki sejarah yang panjang mengenai bandar dagang VOC di Minangkabau sebab pernah menjadi pelabuhan penting yang ramai dikunjungi oleh pedagang asing. Pulau yang memiliki luas sekitar 4,5 Ha ini berada di Kecamatan VI Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan.
![]() |
Plattegronden van Poeloe Chinco en Baros 1695 (sumber: Atlas of Mutual Heritage) |
Saat itu VOC membangun gudang (loji) dan benteng pada 1669. Kemudian pada tahun 1679, sebuah gudang batu kembali dibangun dengan dinding tinggi 5 meter dan 75 cm tebal. Terdapat dua gerbang yang menuju ke arah utara dan selatan. Silih berganti VOC meninggalkan pulau ini, karena isu kesehatan dan keamanan dari bangsa Eropa lainnya.
tempat pertahanan VOC dari serangan kerajaan-kerajaan lokal seperti Tarusan, Bayang dan
Indrapura, yang menguasai wilayah Salido waktu itu. Di sini juga berkedudukan
Kepala Dagang Pesisir Barat Sumatra, langsung di bawah komando Tuan
Kumandur di Kota Padang. Di sebelah rumah Tuan Kepala Dagang berdiri
gudang merica dan kain.
sedangkan kain dibeli di India dan digunakan sebagai penukar merica masyarakat.
Di sini terdapat juga rumah budak dan rumah jaga serdadu. Semua tersedia di
pulau ini, termasuk anggur, yang sebenarnya tidak begitu diperlukan di sebuah
pulau dengan daerah tropis yang panas.
Pulau Cingkuak ini pengingalan sejarah lainnya seperti prasasti nisan yang
ditulis dengan bahasa Perancis. Nisan ini dibuat oleh keturunan Madame Van
Kempen pada Agustus 1911 yang merupakan istri Thomas Van Kempen yang dituliskan
sebagai Residen Poeloe Tjinko (Pulau Cingkuak).
![]() |
Peninggalan benteng VOC di Pulau Cingkuak (2015) |
Menariknya, benteng di Pulau Cingkuak ini masih
dalam perdebatan, apakah dibuat oleh Belanda atau Portugis. Saya pun pernah mengunjungi pulau ini dan melihat plang yang tertulis namanya
Benteng Portugis. Sayangnya, pelabuhan dan benteng di pulau Cingkuak ini hancur
akibat serangan mendadakan dari pasukan tentara Inggris. Namun, puing-puing
banguan bentengnya masih terlihat hingga saat ini dan telah ditetapkan sebagai
situs cagar budaya serta menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi.
![]() |
Puing-puing banguan peningglan VOC di Pulau Cingkuak (2015) |
Menarik bukan? Ternyata masih banyak jejak peninggalan benteng Belanda khususnya era VOC di Ranah Minang dan itu semua tidak banyak orang ketahui. Meski lika liku perjalanan benteng VOC ini tinggal kenangan, walau masih ada jejak benteng VOC di Pulau Cingkuk.
Setidaknya keberadaan benteng-benteng ini masih bisa diceritakan. Selain itu, pada tulisan saya berikutnya akan menceritakan mengenai benteng Belanda di era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dan penjajahan Jepang.
Refrensi:
(2) Rusli Amran (1986). “Padang Riwayatmu Dulu”. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya Offset.
(3) de VOC site. “Sumatra’s Westkust”. Artikel Internet. Diakses Maret 2017.
(4) Anonim. “Jejak VOC di Sumatra Barat (1659-1799)”. Artikel Internet. Diakses Maret 2017.
(5) Atlas of Mutual Heritage. Database Foto Online. Diakses Maret 2017.

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.