
terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa. Lontong Cap Go Meh
adalah fenomena khusus Peranakan-Jawa; kaum peranakan di Semenanjung
Malaya, Sumatera, dan Kalimantan tidak mengenal hidangan ini. Tradisi
memakan lontong tidak dikenal dalam perayaan Imlek masyarakat Tionghoa
di Kalimantan. Akan tetapi hidangan ini dikaitkan dengan perayaan Imlek
di pecinan di kota-kota di pulau Jawa, khususnya Semarang. Karena Suku
Betawi sangat dipengaruhi kebudayaan peranakan Tionghoa, maka lontong
Cap Go Meh juga dianggap sebagai salah satu masakan Betawi.
Karena
lontong Cap Go Meh adalah asimilasi kuliner Jawa-Cina, maka peranakan
Cina di semenanjung Malaya, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, tak
mengenal masakan ini. Jadi jangan menanyakan dan mencari sajian tersebut
pada perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Singapura, misalnya.
Hidangan
ini terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh,
sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal,
dan kerupuk. Lontong Cap Go Meh biasanya disantap keluarga Tionghoa
Indonesia pada saat perayaan Cap go meh, yaitu limebelas hari setelah
Imlek. Akan tetapi kini hidangan ini juga kerap disajikan kapan saja,
tidak hanya ketika cap go meh.
Asal mula pengaruh masakan
Tionghoa tampak jelas pada adaptasinya ke dalam masakan Indonesia,
misalnya mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay. Akan tetapi pengaruh ini
juga berlaku dua arah. Peranakan Tionghoa yang telah sekian lama
bermukim di Nusantara sangat dipengaruhi oleh selera masakan Indonesia.
Dipercaya lontong cap go meh adalah adaptasi Tionghoa Indonesia terhadap
masakan lokal Indonesia.
Para pendatang Tionghoa pertama kali
bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya
Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya. Hal ini berlangsung sejak
zaman Majapahit. Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang
merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal,
hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa. Untuk merayakan
Imlek, saat Cap go meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao
(bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan
tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.
Dipercaya
bahwa hidangan ini melambangkan asimilasi atau semangat pembauran
antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.
Dipercaya pula bahwa lontong cap go meh mengandung perlambang
keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan
bubur yang encer. Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang
mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena
itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek
dan Cap go meh karena dianggap ciong atau membawa sial. Bentuk lontong
yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam
kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah
santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas
dan keberuntungan.
Artikel referensi:
Wikipedia

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.