masjid

Masjid Agung Mataram Kotagede, Yogyakarta

Masjid Agung Mataram Kotagede.

Kotagede di Yogyakarta menyimpan sejarah masa lalu yang tak
ternilai, khususnya bagi Kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat dan Kasunanan
Surakarta Hadiningrat dan bagi sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa dan
Indonesia pada umumnya. Di Kota tua ini pernah berdiri Kesultanan Mataram
(Kerajaan Mataram Islam), menggantikan kerajaan Mataram Hindu yang sebelumnya
juga berdiri dan berpusat di lokasi yang sama.

 

Era kejayaan Kesultanan Mataram (Kerajaan Mataram Islam)
memang sudah berlalu ber-abad yang lalu. Kerajaan Islam terbesar Nusantara
tersebut kemudian terpecah menjadi Kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat dan
Kasunanan Surakarta Hadiningrat, namun peninggalan masa ke emasan nya masih
dapat kita temui saat ini, Termasuk Masjid Agung Mataram Kotagede, menjadi
saksi bisu kejayaan masa lalu sebuah kerajaan yang pernah berjaya dan menguasai
hampir seluruh tanah Jawa, dan jejak kemashurannya bertebaran hingga ke ibukota
Negara, Jakarta.

Masjid yang merupakan salah satu komponen asli Kotagede ini berdiri di selatan kawasan Pasar Kotagede sekarang, tepatnya di kelurahan Jagalan, kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bangunan masjidnya sendiri tidaklah semegah masjid masjid modern, bahkan bila dibandingkan dengan Masjid Agung  Yogyakarta pun masih kalah megah. Namun masjid ini jauh labih tua dibandingkan dengan masjid Agung Yogyakarta dan masjid masjid tua lainnya di Yogyakarta.

Lokasi Masjid Agung Mataram Kotagede

Masjid Agung Mataram Kotagede

Kelurahan Jagalan, kecamatan
Banguntapan

Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta

Indonesia

Keunikan
yang sangat menyolok dari arsitektural Masjid Agung Mataram Kotagede ini
terletak pada perpaduan dua unsur budaya dari dua latar belakang agama yang
berbeda, kemudian diramu dengan apik ke dalam satu kesatuan bangunan masjid.
Pengaruh budaya Hindu masih sangat kental pada bangunan masjid ini. nuansa itu
dapat langsung ditemui saat berkunjung kesana dari tampilan gerbang yang
mengadopsi gerbang gerbang bangunan pura hingga bentuk bangunan utama nya yang
menggunakan atap berundak.
Hal
lain yang sangat menarik dari masjid masjid tua tanah jawa adalah mastaka di
puncak atap masjid yang tidak di hias dengan bulan sabit ataupun lafaz Allah
melainkan sebuah gada berukuran besar dihias dengan ornamen seperti daun
simbar. Gada besar itu melambangkan hurup alif ataupun angka 1 yang
menyimbolkan ke-Esa-an Allah Subhanahuwata’ala.

Megunjungi
masjid bersejarah seperti Masjid Agung Kotagede ini, tak lengkap rasanya bila
kita tidak menilik sejenak jauh kebelakang tidak saja tentang sejarah masjid
nya sendiri tapi juga sejarah kerajaan dan masyarakat tempat nya berdiri,
karena seperti kita semua ketahui bahwa bangunan masjid tak lepas dari peran
ummat dan Ulama dan Umaro di tempatnya berdiri. Berikut sejarah singkat sejarah
Kesultanan Mataram
di rangkum dari berbagai sumber.

Mengenal Sejarah Kesultanan Mataram

Hingga tahun 1952 Kotagede dan Imogiri
merupakan exclave kasunanan Surakarta di dalam wilayah Yogyakarta, sampai kemudian dilebur ke dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama dengan wilayah Pakualaman dan exclave Ngawen milik Mangkunegaran.


Kotagede tempat berdirinya Masjid Agung Kotagede, memang
sudah tak lagi menjadi ibukota sebuah kerajaan, tapi saksi bisu serangkaian
sejarah besar. Pada abad ke-8, Kotagede menjadi Ibukota Kerajaan Mataram Hindu
dibawah kekuasan dinasti wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra hingga Wangsa Isyana
yang menguasai seluruh Pulau Jawa, kerajaan ini memiliki kemakmuran dan
peradaban yang luar biasa, jejak kebesarannya masih dapat kita nikmati hingga
detik ini diantaranya adalah candi Prambanan dan candi Borobudur.

 

Berabad lamanya waktu berlalu kerajaan di tanah Jawa pun
patah tumbuh silih berganti. Di penghujung kejayaan Majapahit, Kesultanan Demak
berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Ketika kekuasaan
Kesultanan Demak berahir, tahta Kesultanan Demak kemudian dilanjutkan oleh Jaka
Tingkir alias Mas Karebet alias Sultan Hadiwijaya yang mendirikan Kesultanan
Pajang paska keruntuhan Kesultanan Demak akibat pemberontakan Arya Penangsang
tahun 1546.

Penebahan Senopati
Penumpasan Arya Penangsang dilakukan oleh Ki Ageng Pemanahan
dibantu oleh putranya, Danang Sutawijaya atas perintah Jaka Tingkir. Atas
jasanya tersebut beliau mendapatkan hadiah sebidang tanah hutan yang luas di
Mentaok di tahun 1556, sebuah kawasan hutan yang tak lain adalah bekas pusat
pemerintahan kerajaan Mataram Hindu. Di Kawasan hutan tersebut Ki Ageng
Pemanahan bersama keluarga dan pengikutnya mendirikan sebuah desa kecil dengan
status sebagai tanah perdikan swatantra dibawah kekuasaan Kesultanan Pajang.

 

Desa kecil yang dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan ditahun 1556
mulai makmur. Tahun 1577 beliau memindahkan pusat pemerintahannya ke Pasargede
dan membangun istana disana hingga beliau wafat tahun 1584M, beliau digantikan
oleh putranya, Danang Sutawijaya. Di bawah kepemimpinan Sutawijaya desa itu
tumbuh menjadi kota yang semakin ramai dan makmur, hingga disebut sebagai
Kotagede (kota besar).

 

Setelah Sultan Hadiwijaya wafat, terjadi perebutan takhta di
Kesultanan Pajang. Putra mahkota, Pangeran Benawa disingkirkan oleh Arya
Pangiri. Pangeran Benawa lalu meminta bantuan Sutawijaya karena pemerintahan
Arya Pangiri dinilai tidak adil dan merugikan rakyat Pajang. Perang pun
terjadi. Arya Pangiri berhasil ditaklukkan namun nyawanya diampuni oleh
Sutawijaya.

Lukisan wajah Sultan Agung 
di Perangko
terbitan tahun 2006

Pangeran Benawa lalu menawarkan tahta Pajang kepada
Sutawijaya namun ditolak dengan halus. Setahun kemudian Pangeran Benawa wafat
dan sempat berwasiat agar Pajang dipimpin oleh Sutawijaya. Tahun 1588M
Sutawijaya memindahkan pusat pemerintahan ke Kotagede mendirikan Kesultanan
Mataram dan dilantik menjadi raja pertama di Kesultanan Mataram melanjutkan
tahta Kesultanan Pajang.

 

Setelah dilantik menjadi raja, Sutawijaya bergelar Panebahan
Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Beliau sengaja
tidak memakai gelar Sultan untuk menghormati mendiang Sultan Hadiwijaya dan
Pangeran Benawa. Panebahan Senapati memperluas wilayah kekuasaan Mataram hingga
ke ujung timur Pulau Jawa. Beliau wafat tahun 1601 dan kekuasannya diteruskan
oleh putra nya, Mas Jolang  bergelar
Prabu Hanyokrowati yang pemerintahannya tak berlangsung lama.

 

Tahta kesultanan diteruskan oleh Mas Wuryah bergelar Adipati
Martoputro. Beliau adalah putra keempat Prabu Hanyokrowati, namun merupakan
putra tunggal dari istri pertamanya. Adipati Martoputro hanya berkuasa sebentar
saja, bahkan ada yang menyebutnya hanya berkuasa satu hari. Namun sumber lain
menyebutkan beliau menderita sakit jiwa hingga tahta kesultanan berpindah ke
Raden Mas Rangsang yang merupakan putra sulung Prabu Hanyokrowati dari istri
kedua.

 

Raden Mas Rangsang alias Raden Mas Jatmika bergelar Sultan
Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung, raja
terbesar dalam sejarah Kesultanan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung,
Kesultanan Mataram mengalami masa keemasan. menguasai hampir seluruh Pulau Jawa
(kecuali Banten dan Batavia).

Bersambung
ke Bagian 2


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top