
Persiapan Pendakian Gunung Prau Bersama Anak
– Long weekend lalu (5-7 Mei 2016), kami pergi ke dataran tinggi Dieng.
Rencananya mau mendaki gunung Prau kemudian lanjut ke Sikunir. Bisa
dikatakan perjalanan kali ini antara nekat dan tidak.
Dikatakan nekat karena seminggu menjelang Keke ikut Ujian Nasional.
Seharusnya, long weekend kami manfaatkan untuk belajar maksimal demi
ujian nasional. Tapi, rasanya sayang banget kalau long weekend cuma
dihabiskan untuk belajar. Ups! :p
Enggak gitu juga, ding. Rencana ke Dieng ini memang sudah sejak lama.
Sudah sejak 6 bulan sebelumnya. Ketika melihat kalender, di semester
pertama tahun 2016 ini ada 3x long weekend, yakni bulan Februari,
Maret, dan Mei.
Untuk bulan Februari, kami sudah memutuskan untuk berlibur ke Bogor.
Sehingga yang tersisa adalah bulan Maret dan Mei. Kalau lihat dari
jumlah hari liburnya, bulan Mei yang paling memungkinkan karena
perjalanan kami lumayan jauh. Masalahnya hanyalah terlalu mepet dengan
Ujian Nasional.
(Silakan baca:
Keliling Bogor, Menginapnya di Padjadjaran Suites Hotels &
Conference)
Jadi, Maret atau Mei? Setelah dipertimbangkan segala hal, kami
memutuskan untuk pergi di bulan Mei. Dan, bulan Maret ke Bandung.
Tapi, gara-gara UN pula pikiran saya sempat rada ngeblank menjelang
keberangkatan. Antara semangat dan tidak untuk packing hehehe …
*Duh! Kenapa harus ada UN, sih!* :p
Mikirin UN dan khawatir kena macet total di jalan karena long weekend
bikin saya sempat rada setengah hati untuk packing. Padahal awalnya
semangat banget.
Persiapan Sejak 6 Bulan Sebelum Mendaki Gunung
Bunda: “Ayah dan Bunda berencana mau ajak naik gunung lagi. Siap-siap,
ya.”
Gunung Prau bukanlah gunung pertama yang mereka daki. Jadi, udah gak
perlu pakai proses yang panjang untuk mengajak mereka berdiskusi tentang
rencana ini. Bahkan, sebelum (resmi) diberi tahu pun kami sempat
berangan-angan kalau suatu saat akan bersama-sama ke Prau.
Jaga Kondisi
Mau pergi kemanapun, kalau lagi sakit pastinya gak bakal asik. Apalagi
mendaki gunung kan membutuhkan fisik yang prima. Justru, saya sempat
khawatir dengan kondisi kaki sendiri. Sekitar 2 bulan sebelum
keberangkatan, sempat kecengklak. Selama beberapa hari, kaki saya sakit
kalau dipakai berjalan dan ditekuk. Kaki harus dikasih perban elastis
dan disemprot pereda nyeri. Setelah perban dilepas, nyeri dikaki masih
suka terasa dan sesekali butuh disemprot. Sempat khawatir kondisi kaki
akan menghambat perjalanan. Tapi, alhamdulillah menjelang keberangkatan,
kaki saya berangsur pulih.
Saya juga rutin minum air jahe hangat. Sebetulnya ini bukan karena mau
mendaki. Tapi lutut kanan saya memang suka sakit kalau kebanyakan turun
tangga atau jalan menurun. *Faktor U banget problemnya, nih*. Suami
menyarankan saya untuk rutin minum air jahe hangat. Awalnya
malas-malasan, trus lama-lama ketagihan. Efeknya berasa banget, sih.
Lutut saya udah jarang banget sakit. Malah waktu ke Prau, alhamdulillah
gak ada keluhan sama sekali dengan lutut saya saat turun gunung.
Mulai Menyicil Perlengkapan

Cek kondisi sepatu adalah salah satu yang harus dilakukan. Kalau untuk
mendaki, lebih nyaman pakai sepatu yang 1 nomor lebih besar dari yang
biasa dipakai.
Mulai cek-cek barang yang akan dibawa sejak jauh-jauh hari. Siapa tau udah
kelamaan disimpan, jadinya bau apek. Atau kondisinya udah kurang baik.
Dilap, dicuci, diperbaiki, atau kalau memang perlu beli lagi. Tinggal
dilihat aja kondisinya mengharuskan seperti apa. Sedikit penyesalan gak
penting saya adalah gak kesampaian beli sepatu Columbia yang waterproof.
Gara-gara kebanyakan mikir, tau-tau udah mau berangkat hehehe.
Cek Rute, Penginapan, dan Porter

Masing-masing bawa 1 tas. Bisa tebak mana tas saya? ๐
start aja. Berangkat 1 hari lebih cepat dari long weekend. Tapi, kata
suami gak usah. Jadi aja saya ketar-ketir karena males banget kalau
sampe parkir berjamaah di jalan tol alias kena macet total. Bukan
karena macetnya, sih, saya khawatir kalau sampe kebelet. susah banget
pastinya cari toilet di saat macet total.
Cari penginapan dan porter juga baru kami lakukan mepet banget.
Beberapa hari menjelang hari H. Kalau penginapan sebetulnya setelah kami
turun dari Prau. Kami berencana lanjut ke Sikunir untuk melihat golden
sunrise.
Saya sempat agak heran sebetulnya karena gak biasanya suami minim info
begini. Kata suami, Prau bukanlah ‘tempat bermain’ dia atau
teman-temannya. Jadi, kami sempat minim info tentang penginapan dan
porter. Coba cari info lewat Google, nomor telpon yang tertera bukan
langsung ke penginapannya.
Saya pun langsung teringat sama Idah (www.idahceris.com), Blogger asal
Banjarnegara yang kelihatannya sering ke Dieng dan sekitarnya kalau dari
cerita di blognya. Selama beberapa hari terus kontak sama Idah, minta
tolong dicariin penginapan dan porter. Alhamdulillah Idah mau bantu.
Oiya sempat tanya testimoni juga ke Mbak Muna (www.momtraveler.com) yang
pernah menginap di Sikunir. Indahnya dunia blogger ๐
Untuk mendaki, kami memang butuh porter. Bawa anak-anak soalnya.
Walaupun mereka juga bawa tas masing-masing tapi siapa tau lelah. Gak
bisa paksain juga kan supaya mereka tetap bawa tas sendiri. Apalagi Nai
masih lumayan kecil badannya. Mau jalan tanpa digendong aja udah bagus
banget ๐
Air Minum dan Coklat

gunung bisa bawa coklat yang banyak dari berbagai brand favorit kami.
Untuk penambah tenaga ketika sedang berjalan bisa menkonsumsi madu,
gula merah, atau coklat. Kami selalu bawa madu, tapi yang minum paling
suami dan anak-anak aja. Saya gak suka madu. Kami gak pernah bawa gula
merah. Tapi, kami bawa banyak coklat hahaha! *Hepi … hepi …
hepiiiii … :D*
Gunung Prau termasuk gunung pendek (2.565 mdpl), tetapi tidak ada
mata air di sepanjang perjalanan.
Karena tidak ada mata air, maka kami pun membawa botol air minum yang
lumayan banyak. Itupun kami masih menambah 6 botol air mineral yang
masing-masing berisi 1,5 liter. Dan rasanya saya masih tetap harus irit
minum. Padahal kayaknya kalau lagi ngos-ngosan paling gak pengen abisin
0,5 liter sekali minum hehehe.

6 botol minum yang kami bawa dari rumah. Rata-rata beratnya 750 ml s/d 1
liter. Dan botol minum termasuk yang bikin bawaan jadi berat ๐
Jangan Ingat UN!
Kalau ini, sih, persiapan yang benar-benar khusus. Memang rasanya
sayang 4 hari terlewat begitu saja tanpa belajar sama sekali. Tapiii
… Kalau ingat belajar saat lagi liburan, beneran gak bakalan asik
banget, deh.
Yang saya lakukan adalah terus mengingatkan Keke untuk serius belajar
supaya saat jalan-jalan bisa maksimal senang-senangnya. Keke memang
dasarnya santai juga, jadi selama liburan dia mana ingat kalau UN udah
di depan mata hahaha. Jadi, sebetulnya saya juga yang mempersiapkan
diri. Dari hasil belajarnya selama ini, kayaknya gak apa-apa lah kalau
berlibur dulu selama 4 hari. Dan, selama di sana, kami semua gak inget
sama belajar hehehe. Pokoknya kalau lagi liburan lupakan sejenak beban
hidup, deh hehe
Kayaknya, kapan-kapan saya harus bikin postingan sendiri tentang
persiapan kami yang lebih detil, ya. ๐
Drama Tongsis
Saya: “Kita berangkat Rabu pagi atau siang aja, gimana?”
Saran saya untuk berangkat lebih awal (suami ambil cuti dan anak-anak
izin sehari) ternyata gak dapat kesepakatan dari suami. Jadilah
seharian itu, saya sebentar-sebentar cek Google Maps. Lega banget
kalau melihat jalanan biru semua. Mulai was-was kalau banyak warna
merahnya.
Sebagian besar perlengkapan sudah beres dipacking. Saya pikir, begitu
suami datang berarti tinggal cek lagi trus langsung jalan. Gak taunya
selain beresin tenda, suami sibuk cari tongsis!
Emang sih itu tongsis bikin penasaran. Karena 1 malam sebelumnya kami
sempat melihat ada di dekat box yang dekat kamar mandi. Lah, kok
tau-tau pas mau berangkat gak ada? Udah dicari kemana-mana tapi gak
ketemu juga. Kan, bikin penasaran banget kalau tiba-tiba ngilang
begitu.
Tapi, biasanya yang suka rempong sama urusan foto itu saya. Buat
saya, bepergian tanpa bawa kamera bisa bikin mati gaya hehehe. Nah,
ini tumben suami yang ribet sama tongsis. Padahal, kami jarang juga
jalan-jalan bawa tongsis. Yang penting bawa kamera. Alasannya suami
kenapa terus cari tongsis karena penasaran itu tongsis mendadak
hilang. Sama, saya juga penasaran. Tapi saya lebih was-was lagi kalau
gara-gara urusan tongsis perjalanan jadi terhambat.
Dan, memang jadinya terhambat. Tadinya, saya pikir paling telat
sekitar pukul 10 malam sudah jalan. Ternyata, malah menjelang pukul
00.00 wib baru jalan. Gara-gara tongsis, nih!
Trus, kalau gini tongsis memang ngeselin, ya? Atau justru jadi
penyelamat? Hmmm … Ceritanya di postingan berikutnya, ya ๐

Menanti sunrise di puncak Gunung Prau. Tampak ‘gunung kembar’ Sindoro
dan Sumbing. Sedangkan 3 gunung lain di belakangnya adalah gunung
Andong, gunung Merbabu, dan gunung Merapi. Sebetulnya di sebelah gunung
Andong masih ada satu gunung lagi, yakni Ungaran. Tapi tidak tertangkap
kamera.

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.