
Di puncak acaranya, 500-an gadis keluar rumah setelah melaksanakan Posuo atau pingitan selamat 4 hari. Mereka keluar rumah dan berkumpul di Baruga, rumah adat orang buton di Pasarwajo, Ibukota Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Di rumah panggung dari kayu itu, mereka melakukan ritual pelepasan, sebelum akhirnya berjalan sekitar 1 Km menuju Lapangan Banabungi yang menjadi pusat acara.
Setelah dipinggit beberapa hari, dalam sebuah ruangan atau kamar secara berkelompok, tidak boleh terkena sinar matahari dan kilit mereka dibaluri luluran dari bahan-abaahn alami lokal, membuat kulit wajah para gadis putih cerah berseri.
Kecantikan mereka semakin menonjol karena mengenakan Kombo, pakaian adat tradisional Buton dengan tata rias lebih dari biasanya. Ditambah dengan sejumlah aksesoris etnik seperti kalung, gelang, anting, dan hiasan kepala yang makin membuat mereka terlihat cantik, beda dibanding sebelum dipingit.
Di sana, para gadis pun bertemu dengan masyarakat yang berdatangan termasuk sejumlah wisatawan nusantara dan mancanegara. Ada yang berkenalan dan kemudian berlanjut ke pertemanan lebih dekat dan bahkan mungkin ke jenjang yang lebih serius. Karena sebenarnya setelah dipingit, para gadis itu sudah siap disanding.
Tika, salah satu gadis Buton mengaku senang bisa ikutan Posuo secara massal untuk kali pertama ini. “Lebih seru dan ternyata menyenangkan bisa ikutan tradisi tua Buton ini,” akunya.
Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun dalam sambutannya mengatakan tradisi Posuo menjadi promadona dalam Festival Budaya Tua Buton tahun ini. Hal ini dilakukan agar masyarakat Buton dapat terus melestarikan budaya tua tersebut.
“Ini adalah tradisi memingit gadis Buton yang telah mengalami haid pertama. Semua gadis Buton harus dipingit 4 hari sebelum bisa dilamar dan menikah dengan pria idaman,” ungkapnya.
Menurut Samsu Umar jika tradisi tua ini dilaksanakan perorangan, biayanya akan lebih mahal. Sekali Posuo bisa menghabiskan Rp 40-50 juta per orang. Karena itu banyak orangtua yang tidak melakukan Posuo pada anak gadisnya karena ketidaktersediaan dana, padahal menurut adat, Posuo itu harus dilakukan.
Untuk mengangkat kembali tradisi Posuo, Pemkab Buton berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat Buton yang memiliki putri untuk dipingit massal lewat festival ini.
“Kalau Posuo dilakukan beramai-ramai, biayanya akan jauh lebih murah. Dari puluhan juta rupiah bisa jadi Rp 1,4 juta per orang. Sehingga masyarakat Buton tidak terlalu terbebani dalam melaksanakan adat tua satu ini,” terangnya.

Kadisbudpar Kabupaten Buton Abdul Zainuddin Napa menjelaskan Festival Budaya Tua Buton 2015 yang berlangsung 6 hari, diisi sekitar lima rangkaian kegiatan yakni pameran, menyambut Sail Tomini, Pedole-dole atau imunisasi khas orang Buton sebanyak 1.000 bayi, Pekande-kandea atau makan bersama dengan menyediakan 2.000 talang yang berisi aneka makanan dan penganan khas Buton, dan Posuo atau pingitan yang berjumlah 500 gadis lebih.
Sapai tahun ini, Fetival Budaya Tua Buton sudah dilaksanakan tiga kali berturut-turut setiap tahun.

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.