River tubing di Sungai Cikalumpang selepas diguyur hujan, dijamin bikin ketagihan. Kok bisa begitu? Karena meskipun airnya agak keruh kecoklatan tapi debitnya tinggi dan arusnya lebih kencang, jadi terasa lebih seru dan menantang.
“Badannya agak direbahin seperti ini. Jangan duduk tegak ya. Kalau tegak nanti pas menghantam jeram kemungkinan besar bisa terjungkal”.
Begitu bunyi arahan dari Didin Toharudin, salah salah satu instruktur dari tim Banten River Tubing (BRT) tentang cara duduk yang benar di ban dalam yang digunakan buat river tubing di Sungai Cikalumpang pada Minggu (23/2) pagi atau sepekan sebelum bulan puasa Ramadan 2025.
“Oiya nanti kalau terjungkal dan jatuh ke sungai, jangan panik karena kalian masing-masing sudah pakai jaket pelampung dan helm, pasti mengapung,” jelas instruktur yang biasa disapa Cetoy itu kepada belasan peserta kloter pertama yang akan memulai mengarungi sungai yang saat itu berarus kencang dan berair agak kecoklatan karena sejak semalam kawasan tersebut diguyur hujan sampai pagi.
“Ada yang ingin ditanyakan? Kalau sudah paham, kita berdoa dulu lalu let’s go river tubing,” lanjut instruktur yang masih muda itu.
Satu per satu para peserta dari kloter pertama turun ke tepi sungai lalu duduk di ban dalam mobil berwarna hitam yang sudah diikat sedemikian rupa dengan tali webbing membentuk jaring yang kuat untuk duduk sekaligus pegangan tangan.
Lantaran hampir semua peserta baru kali pertama river tubing, terlihat jelas ada kecemasan di wajah mereka. Hanya segelintir yang terlihat tenang karena sudah pernah melakukannya.
Melihat wajah cemas mereka, saya pun memberi semangat sambil mengabadikannya. “Ayo anak muda, senyuuum…, nikmati jeram-jeramnya. Pasti nanti ketagihan,” ujar saya.
Ternyata apa yang saya ucapkan benar. Beberapa peserta kloter pertama usai sampai finish di bendungan irigasi Sungai Cikapundung, kembali lagi ke titik start sambil membawa ban dalamnya bersama para peserta kloter kedua.
Padahal jarak dari lokasi finish ke start lumayan jauh dan menanjak, ditambah harus berjalan kaki sambil membawa ban dalam yang berukuran cukup besar.
“Lho kok balik lagi, ketagihan ya,” ujar saya. “Iya pak, ternyata river tubing di sini seru banget, bikin nagih” bales mereka yang mencoba “menari-nari” lagi di atas jeram-jeram Sungai Cikalumpang dengan mimik ceria.
Melihat perubahan drastis sejumlah peserta kloter pertama yang mencoba lagi river tubing untuk kedua kali, saya jadi teringat sebuah tulisan yang menyatakan bahwa river tubing salah satu wisata tirta atau air yang cepat memberi efek kesenangan, keceriaan, kesegaran, dan kebahagiaan kepada pelakunya. Dan saya pun sepakat dengan tulisan itu.
Instruktur dari BRT kembali memberi penjelasan bagaimana cara duduk di ban saat river tubing. Setelah itu peserta kloter kedua satu-per satu turun ke sungai lalu hanyut bersama ban yang didudukinya.
Sama seperti kloter pertama, beberapa peserta kloter kedua yang baru kali pertama river tubing, raut ronanya terlihat cemas. Sementara peserta kloter pertama yang mencoba untuk kali kedua, nampak jauh lebih tenang dan enjoy.
Usai mengabadikan kloter kedua di titik start, saya kembali ke titik finish di dekat pintu irigasi untuk mengabadikan kloter ketiga dari sudut pengambilan (angle) yang berbeda supaya dapat visual yang bervariasi.
Anniversary & Munggahan
Para peserta river tubing di Sungai Cikalumpang kali ini adalah mereka yang mengikuti kegiatan “Anniversary & Camping Munggahan Relawan Fotsar” yang digelar atas kerjasama Forum Potensi SAR (Fotsar) Banten, Fesbuk Banten News, dan Banten River Tubing di area BRT yang berada di Kampung Curug Dahu, Desa Kadubeureum, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten selama dua hari, Sabtu – Minggu (22-23/2).
Pesertanya terdiri atas sejumlah anggota siswa pencinta alam (Sispala), mahasiswa pencinta alam (Mapala), Menwa, dan para pegiat outdoor dari Banten, Jakarta, dan Lampung.
Sehari sebelum river tubing, tepatnya Sabtu (22/2) sore, saya yang hadir di acara itu bersama seorang rekan, turun lebih dulu ke Sungai Cikalumpang yang mengalir di kampung tersebut untuk mengabadikan pesonanya, terutama di sekitar pintu irigasi.
Ketika itu airnya lumayan jernih, debitnya rendah, dan tidak begitu deras lantaran kondisi cuaca di bagian atas cerah alias tidak hujan. Saya menyempatkan mandi sore di sana.
Malam harinya tiba-tiba hujan turun, setelah acara potong tumpeng dan babacakan (makan bersama dengan beralas daun pisang) yang merupakan salah satu acara inti Anniversary dua tahun Fotsar.
Saat babacakan di camp area BRT, saya jadi teringat hal yang sama sewaktu meliput acara Saba Baduy di pendopo kantor Bupati Lebak. Ketika itu babacakan dengan Bupati Lebak bersama Direktur Pemasaran Pariwisata Dalam Negeri, Kementerian Pariwisata dan sejumlah urang kanekes atau orang Baduy dalam maupun luar.
Diskusi Fotsar
Lantaran hujan, acara diskusi tentang sepak terjang Fotsar dan kegiatan yang pernah dilakukannya sepanjang 2 tahun, dipindahkan di pendopo sampai tengah malam.
Sewaktu diskusi yang dipandu oleh Susi, saya sempat melontarkan pertanyaan tentang apa saja syarat menjadi relawan di Fotsar. Beberapa pembicara antara lain Lulu Jamaluddin, Taufik Hidayat, Kusnadi ‘Codet’, Farah Syibly, dan Ramet menjawab dan menambahkannya.
Intinya kata mereka, kalau ingin menjadi relawan tak cukup hanya punya kemauan tapi juga harus “gila”, ikhlas, tekad yang kuat, tidak pelit berbagi (ilmu, tenaga dan lainnya) serta tentunya sesuai kompetensi dan lebih bagus lagi bersertifikasi.
Selain pertanyaan tersebut, saya juga memberikan kiat turut berkontribusi memajukan pariwisata di Banten sesuai kemampuan.
Caranya melalui ragam medsos (IG, Tiktok, FB, kanal YouTube, WAG maupun website/weblog) yang dimiliki dengan mengunggah dan menyebarluaskan konten (tulisan, foto, video, vlog, dan lainnya) perihal aneka daya tarik yang dimiliki Banten secara kontinyu.
Kalau misalnya di salah satu objek wisata di Banten terdampak bencana alam seperti gempa, tsunami, longsor ataupun banjir bandang, sebaiknya jangan ikut-ikutan menyebarluaskan beritanya yang membuat calon wisatawan terutama dari luar Banten jadi takut dan batal berwisata di Banten.
“Justru harus meng-cover-nya dengan membuat konten (tulisan, foto, video, vlog, captions, dan lainnya) tentang ragam daya tarik lain yang dimiliki Banten seperti objek wisata alam, bahari, budaya, religi, sejarah, kuliner, kerajinan tangan, sentra oleh-oleh khasnya, tempat rekreasi, dan lainnya supaya calon wisatawan punya banyak pilihan, lalu tertarik dan berkunjung ke Banten,” jelas saya.
Contohnya seperti tulisan yang saya buat di website TravelPlus Indonesia, berjudul “Belum Bisa Rafting di Ciberang, River Tubing Dulu di Cikalumpang” tahun 2020. Tujuannya untuk memberi alternatif daya tarik lain agar calon wisatawan punya pilihan untuk tetap berwisata di Banten.
***
Sampai larut malam, hujan tak kunjung henti, sejumlah pembicara, panitia, dan peserta diskusi termasuk saya akhirnya memilih tidur di pendopo yang merangkap musala itu. Sebelum tidur saya sempat membuat tulisan ini. Sementara peserta lainnya, sudah tertidur pulas di tenda masing-masing.
Minggu paginya, sewaktu hendak ke kamar mandi di dekat tepi sungai, saya agak terkejut melihat kondisi Sungai Cikalumpang yang debit airnya besar, berarus sangat kencang, berwarna kecoklatan, dan suara gemuruhnya agak menyeramkan.
Melihat kondisi sungai seperti itu, Black Faiqi-owner BRT mengimbau agar peserta acara “Anniversary & Camping Munggahan Relawan Fotsar” melakukan tubing di aliran irigasi terlebih dahulu sekaligus sebagai ajang latihan sebelum nanti turun ke sungai.
Sejumlah peserta pun melakukan tubing di aliran irigasi dengan menggunakan peralatan lengkap river tubing seperti jaket pelampung, helm, dan ban dalam. Meskipun di aliran irigasi, tak sedikit peserta yang takut melakukannya, terutama saat terjun ke aliran irigasi dengan ban dari tepian.
Setelah hujan reda, dan debit dan ketinggian air di bendungan air sudah masuk kategori aman untuk river tubing, Black Faiqi memperbolehkan peserta untuk river tubing di Sungai Cikalumpang, dipandu beberapa instruktur berpengalaman.
“Berapa batas ketinggian air yang aman untuk river tubing di sungai ini setelah diguyur hujan?” tanya saya kepada Black Faiqi di atas pintu irigasi.
“Batas amannya sampai 50 Cm lebih. Sekarang kan 55 Cm, jadi masih aman. Kalau sudah di atas 60 Cm seperti tadi. Itu tidak saya perkenankan river tubing di sungai ini,” terangnya sambil menunjuk ke arah batas air di bagian bawah bendungan tersebut.
Sabtu malam, sebelum acara potong tumpeng dan babacakan Anniversary kedua Fotsar, Black Faiqi mendatangi tenda saya. Kebetulan saat itu saya dan rekan tengah membuat kopi dan akan merebus jagung. “Makasih banget Bang Adji sudah datang,” ujarnya.
Sambil minum kopi di depan tenda, Black Faiqi menjelaskan bahwa BRT selepas lebaran 2025 ini akan menawarkan kemasan baru.
“Untuk river tubing, nanti setiap peserta dan ban dalamnya akan diantar dari lokasi finish ke titik start dengan sepeda motor. Tidak lagi jalan kaki, karena lumayan menguras tenaga peserta. Tarifnya sudah termasuk dengan paket river tubing yang dipilih,” terangnya.
Kemasan baru lainnya, pengunjung bisa camping di area camp ini. “Kalau sudah dibersihkan semua, nanti camp area di BRT ini bisa menampung sampai 200 tenda,” ungkapnya lagi.
Pengunjung juga bisa menyewa perlengkapan berkemah di sini. “Mengenai tarif kemping dan sewa alatnya nanti akan diumumkan di medsos,” tambahnya.
Wisata river tubing di BRT sempat ramai peminatnya sebelum Covid-19. Sewaktu dan setelah Covid-19, jumlah pengunjungnya berkurang.
“Saat ini mulai membaik dan mudah-mudahan dengan kemasan baru setelah lebaran nanti akan terus meningkat peminatnya, baik yang ingin river tubing maupun sekadar camping ceria. Bang Adji, bantu publikasi dan promosiin lewat tulisan dan lainnya ya..,” pungkas Black Faiqi.
Naskah, foto & video: Adji TravelPlus, IG @adjitropis, Tiktok @FaktaWisata.id