Kelana Jaya. Penginapan ini dipilih oleh suami sepupu saya karena dekat
dengan lokasi resepsi pernikahan.

Dari KLIA 2 ke homestay jarak tempuhnya sekitar 53 km. Memakan waktu
sekitar 45 menit menggunakan mobil tanpa macet. Lumayan jauh juga,
sih. Kami menggunakan 1 mobil pribadi dan 1 mobil online (Grab).

Siti homestay memiliki 4 kamar tidur. Seluruh kamarnya ber-AC, kecuali di kamar atas. Ruang tamu dan makan juga pakai AC. Meskipun hampir di semua ruangan, jumlah kipas angin besar di langit-langit juga sama banyaknya.
Sepertinya langit-langit rumah-rumah di sana banyak menggunakan kipas angin. Waktu main ke rumah keluarga dan flat suami sepupu saya, semua menggunakannya. Sepupu saya sendiri yang bilang kalau kipas angin besar di langit-langit memang bukan hal aneh di sana.
Buat saya yang gak kuat dengan kipas, apalagi di langit-langit, berpotensi mengundang sakit kepala hehehe. Untungnya di homestay ada AC. Jadi mending nyalain AC aja, deh.

Saya sekeluarga lebih memilih tidur di ruang tamu. Biar bisa sekalian
nonton tv. Disediakan beberapa extra bed di sana. Tetapi, sofanya juga
bisa dijadikan tempat tidur.


sana. Tangganya lumayan curam. Kayaknya ngeri ya kalau anak kecil
harus turun naik tangga.

Pemilik Siti Homestay sepertinya suka dengan nuansa bunga-bunga.
Gordyn, kursi, sprei, semuanya bermotif bunga. Suami saya sampai
ngakak begitu kami masuk ke dalam, kerudung saya hampir mirip ma
gordyn.

kecil yang bersih dan asri. Bahkan paritnya pun bersih.
Homestaynya lumayan besar. Bentuk bangunannya seperti rumah zaman
dulu. Memang katanya di sana itu termasuk perumahan tua. Beberapa
perlengkapan rumah juga terlihat klasik, termasuk toilet di kamar
mandi luar.

Toiletnya itu masih jadul. Sebetulnya bentuk toiletnya sama aja kayak
yang modern, Tapi, posisi tuasnya berbeda, terpisah dari toilet. Ini
kalau ngeflush, tuasnya harus ditarik ke bawah. Suara saat diflush
juga kenceng banget. Berasa kayak kita mau ikut kesedot ke dalam
lubang. Tante saya sampai ngibrit ke luar saat menjelang Subuh ke
toilet hehehe.


Sensodyne.
Setrikaan dan mejanya pun ada. Jadi paling kami hanya tinggal
membeli bahan-bahan masakan aja kalau memang gak ingin jajan di
luar.

Kami suka dengan homestay ini. Meskipun rumah jadul, tetapi bersih
dan terawat. Suasana di luar juga cukup asri dan tertib. Contohnya
kayak parkiran mobil. Jalanan di depan rumah ukurannya lumayan
lebar. Tetapi, bukan berarti kita parkir seenaknya, lho. Setiap
rumah ada area serta jatah maksimal masing-masing untuk kendaraan.
Bila lebih, silakan parkir di tempat lain yang sudah
disediakan.

nyebrang.
Gak sulit kalau mau belanja bahan makanan di sini. Hanya jalan kaki
sekitar 5 menit saja ada Giant dan Hero Supermarket. Gak pakai jauh
untuk kalau mau belanja. Tetapi, kayaknya lain kali kalau keluarga besar
saya mau ke Malaysia bakal bawa beras sendiri wkwkwkwk.
Di Malaysia, beras yang harganya bagus pun teksturnya pera. Mau
dikasih air banyak juga tetap aja pera. Kalau kata suami sepupu saya,
itu karena orang Malaysia senangnya makan yang berkuah. Makanya
tekstur berasnya seperti itu.
Triknya, begitu nasi matang di rice cooker harus segera dimakan.
Lumayan agak pulen kalau masih basah karena baru matang. Kelaman dikit
ya pera lagi hehehe.
Kebalikannya waktu mertua sepupu saya ke Indonesia. Merasa beras di
Indonesia itu lembek. Ya karena di Indonesia kan beras yang pulen
justru yang dianggap enak. Tetapi, bagi mereka tektur pulen justru
kurang cocok hehehe.

versi Malaysia hihihi
Ya memang urusan enak dan gak enak itu kembali ke selera. Keke malah
lebih suka dengan nasi pera meskipun dimakan tanpa kuah. Pulang dari
Malaysia, dia minta nasinya seperti itu. Mungkin karena dia terbiasa
makan nasi merah.
Kalau Indomie goreng di sana, masih lebih enak yang di Indonesia.
Kayaknya kalau yang versi Malaysia kurang berasa micinnya
hahaha.


Kalau Keke dan Nai seringnya bolak-balik ke Sevel. Tadinya saya juga
seneng pas lihat Sevel. Kangen ma Slurpee. Etapi, pas ke sana lagi gak
ada. Mesinnya lagi rusak.
Duuuuhh! Kenapa sih di Indonesia udah gak ada Sevel lagiiii?
Padahal favorit kami sekeluarga, tuh! Meskipun sekarang mulai banyak
minimarket yang konsepnya kayak Sevel. Tetapi, tetap aja buat kami
belum tergantikan. Ihiiiyy!
Semakin malam, suasana semakin ramai. Banyak tenda kaki lima yang
berjualan. Begitupun di pagi hari. Kayaknya di sini kuliner
tradisional hingga kekinian ada. Dari kaki lima hingga resto. Gak
akan kesulitan kalau mau cari makan.
Di dekat homestay juga ada tempat makan durian yang udah terkenal.
Namanya Durian SS2. Sayangnya saat ke sana lagi gak musim durian.
Makanya harganya jadi mahal. Tetapi, kalau lagi musimnya harganya
bisa murah banget karena penjualnya banting harga.

Gak hanya kuliner, sih. Kayaknya di sana apapun ada, deh. Kalau di
Indonesia, ini mirip Bintaro. Perumahan yang sudah tua dengan
fasilitas komplit. Ada juga sekolah, bengkel, dan masih banyak lagi.
Mertua sepupu saya juga tinggal di perumahan ini. Memang enak sih
lokasinya.

kita semacam nasi uduk dengan berbagai macam pilihan lauk, lah hehehe.

Tetapi, gak 24 jam juga keramaiannya. Kami terbiasa bangun pukul 4
subuh. Di sana pukul segitu masih gelap. Gak kelihatan aktivitas
sama sekali. Pukul 6 aja masih kayak subuh. Pedagang makanan kaki
lima juga baru berjualan sekitar pukul 8.

pokoknya.
Kami yang sudah pada bangun dari pukul 4, gak bisa tidur lagi. Mau
cari makanan masih belum pada jualan. Jadi bikin makanan sendiri aja
deh di dapur. Tetapi, tetap cari sarapan juga begitu mulai
ramai.
Burung gagak ada di mana-mana! Sesekali suaranya terdengan keras.
Saya pernah membaca beberapa artikel kalau burung gagak memang
sengaja dikembangbiakan di Kuala Lumpur untuk membantu menjaga
kebersihan kota.
“Di kita, biasanya di kampung, kalau denger suara burung gagak suka
horor, ya. Di sini mah kayaknya pada biasa aja,” ujar tante
saya.
Hmmm … Untungnya lagu yang liriknya ‘entah apa yang merasuki mu’
dengan backsound gagak saat itu belum viral, ya. Kalau enggak saya
bisa auto nyanyi melulu 😂

Sebelum berangkat ke Malaysia, papah saya bilang kalau lokasi
penginapannya agak susah transportasi umum. Saya cek lewat moovit
memang agak ribet, sih. Dari KLIA 2 bisa lebih dari 1x berganti
transportasi umum.
Sebetulnya ada yang cuma sekali. Dari KLIA2 naik ke bus AERO3 dan
turun di Paradigm Mall. Lokasi mallnya gak jauh dari homestay.
Sekitar 15 menit jalan kaki. Agak ribet kalau pakai kendaraan
pribadi. Postingan berikutnya saya ceritakan tentang mall ini,
ya.
[Silakan baca:
Pengalaman Terbang Bersama AirAsia]
15 menit jalan kaki sambil bawa ransel dan dorong trolley ya
lumayan juga. Makanya memang bener juga kata papah. Enakan naik taxi
atau sewa mobil online kalau gak dijemput dengan kendaraan
pribadi.
Saya membaca tulisan di salah satu tembok kalau homestay ini hanya
disewakan untuk muslim. Gak tau alasannya apa. Karena yang mengurus
semuanya keluarga dari suami sepupu saya. Jadi kami memang tinggal
datang dan menikmati penginapannya.
Saya juga tidak bertanya kenapa memilih homestay ini dan apakah ada
penginapan lain di sekitarnya. Kalau hotel sih ada di dekat sana.
Tebakan saya memilih Siti Homestay karena lokasinya berdekatan
dengan tempat resepsi pernikahan dan juga rumah mertua sepupu saya.
Kalau ada kesempatan ke Malaysia lagi, pengen juga menginap di Siti
Homestay meskipun lokasinya memang agak jauh dari Petronas atau
lainnya. Saya suka dengan suasana di sana. Rasanya belum puas
ngubek-ngubek daerah sana.
Tapi, kayaknya kalau hanya kami sekeluarga, penginapannya kegedean.
Memang menginap di Siti Homestay ini cocoknya kalau sama rombongan.
Ya mudah-mudahan aja keluarga besar kami bisa ke sana lagi.
Aamiin.
Siti Homestay SS5 Kelana Jaya
Petaling Jaya, Selangor, Malaysia
Phone: +60 17-331 9056

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.