Umum

Tumpeng sebagai Sarana untuk Membiasakan Mengkonsumsi Makan Lengkap sejak Anak Usia Dini

Masyarakat Jawa memiliki alam pikiran yang berakar pada adat istiadat,
tradisi serta kepercayaan sebagai kebudayaan dalam hidupnya.
Selanjutnya, orang Jawa memiliki pandangan hidup yang mengharuskan
adanya keselarasan dan keseimbangan dalam dirinya maupun lingkungannya.
Orang Jawa hidup dalam pemikiran tentang dirinya (mikro kosmos) dan
lingkungannya yaitu alam semesta (makro kosmos).

Agar
keseimbangan dan keselarasan itu tercapat, harus ada pola hidup
bermasyarakat dan pola hidup yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan. Semua itu berlandaskan aturan moral dan dalam tata nilai
kehidupan disebut etika.

Etika Jawa di Indonesia banyak menjadi
rujukan dalam pengaturan pola hubungan masyarakat. Dalam mencapai
keseimbangan dan keselaranan, orang Jawa berpikir harus selalu menjaga
hubungan dengan lingkungan agar tetap harmonis (rukun, damai dan ramah).
Salah satu implikasinya adalah hidup bergotong royong (bekerjasama dan
saling membantu) diantara sesama. Selanjutnya dalam hal merencanakan,
memecahkan masalah dan mengambil keputusan jalan yang harus ditempuh
adalah “rembugan” (musyawarah).

Agar supaya harmoni tetap
terjaga, orang Jawa sangat menghormati pengalaman masa lalu yang menjadi
kepercayaan dan tradisi, menjadi ritual yang tetap dijalankan hingga
kini. Ritual yang paling penting adalah “slametan”. Untuk selalu berada
dalam kondisi “slamet” (rukun, damai, tenang) dengan doa bersama
orang-orang terdekat menangkal gangguan dari yang “gaib”. Dalam slametan
inilah terdapat berbagai bentuk sarana mohon slamet, salah satu
diantaranya Tumpeng. Untuk keperluan slametan, masyarakat Jawa memiliki
17 macam tumpeng.

Makna Tumpeng
Secara tersirat (jarwo dosok,
kerata basa), tumpeng juga berarti “Tumapak Lempeng, Tumuji ing
Pangeran” (jalan lurus kepada Tuhan). Hal ini ditunjukkan dengan bentuk
yang pada bagian bawah melebar sedang makin keatas makin sempit yang
akhirnya dipuncaknya hanyalah sebutir nasi.

Dari sisi lain bentuk
kerucut dapat dimaknai sebagai ekspresi kesatuan, keseimbangan dan
harmoni. Secara spritual tumpeng merupakan simbol hubungan manusia
secara horisontal dan vertikal. Dalam hal ini hubungan vertikal adalah
dengan Tuhan (Manunggaling kawula lan Gusti) sedang hubungan horisontal
adalah hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya di alam semesta
(Memayu Hayuning Bawana). Hubungan harmoni dengan seluruh komponen ini
merupakan syarat penting bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Ragam Tumpeng
Dalam
mencapai “keselamatan” ada berbagai maksud dan tujuan, tujuan ini
tercermin dalam warna dan kelengkapan tumpeng yang dibuat sebagai
lambang permasalahan yang dihadapi oleh yang bersangkutan.

1)     Tumpeng Asrep-asrepan: untuk menciptakan suasana tenang

2)     Tumpeng Among-among: menghormati roh halus yang gaib

3)   Tumpeng Alus: untuk pengantar ziarah kubur, upacara “tandur” mengolah tanah, dan mulai tanam.

4)     Tumpeng Blawong: kiriman Sultan untuk penghulu Kraton

5)     Tumpeng Duplak: upaya mengabulkan permohonan

6)     Tumpeng Kapuranto: sarana permohonan maaf

7)
    Tumpeng Kendit: ungkapan rasa syukur terbebas dari kesulitan atau
permohonan mendapatkan jalan keluar dari suatu kesulitan hidup

8)     Tumpeng Megana: untuk upacara kelahiran, agar selamat, bahagia dan penuh rahmat

9)     Tumpeng Ponco Warno: untuk menghormati alam semesta

10)   Tumpeng Punar: yaitu simbol kebahagiaan dan kegembiraan serta banyak rejeki

11)  Tumpeng Pungkur: untuk mengharap agar yang meninggal ikhlas dan menghadap sang Khalik dengan tenang

12)  Tumpeng Pustaka: untuk menyampaikan rasa syukur telah berhasil meraih pengetahuan atas restu Tuhan dan pemimpin masyarakat

13)  Tumpeng Robyong: untuk mengatakan syukur bahwa pemangku hajat didukung seluruh keluarga dalam melaksanakan hajat

14) Tumpeng Urubing Damar: simbol pengharapan agar pemangku hajat mampu memberi pencerahan bagi orang sekitarnya.

15)  Tumpeng Gundul: simbol kerendahan hati pemangku hajat yang telah tercapai cita-citanya atas dukungan seluruh keluarga.

16)  Tumpeng Ropoh: untuk menyampaikan rasa kebersamaan yang sejati

17)  Tumpeng Rasulan: untuk mengungkapkan keteladanan sifat Nabi Muhammaad SAW

Tumpeng Megana
Tumpeng
Megana disajikan untuk memperingati kelahiran atau kehamilan. Secara
populer, tumpeng ini sebagai simbol “ngelingi mergane ana” yaitu selalu
 ingat asal-usul kita, orangtua dan Tuhan. Tumpeng Megana terdiri atas:

a)    Nasi putih: lambang niat yang suci, dicetak padat – lambang tekad untuk hidup baik.

b) 
Sayuran: bermacam-macam jenis dan warna: lambang dari masalah dan
pengalaman dalam hidup yang sangat beragam. Semua itu bila diramu dengan
baik (dengan bumbu parutan kelapa) akan jadi hidangan lezat. Artinya
bila seseorang mampu mengambil hikmah dari masalah dan pengalaman hidup
akan menjadi memori yang indah dan menarik.

c)   Telur rebus
yang bulat dengan warna putih, hijau kebiruan dan kuning: merupakan
simbol dari kesucian dan kebulatan tekad untuk mengatasi masalah yang
akan sselalu  dijalankan demi mencapai cita-cita yang bahagia.

d) 
Rempeyek teri: ikan teri selalu hidup bergerombol, ini simbol dari
kebersamaan yang selalu diperlukan selama menjalani hidup ini.

Dari seluruh bagian yang disajikan dalam tumpeng megana ini merupakan makan lengkap sesuai dengan piramida makanan, yaitu:

1.     Nasi – sumber karbohidrat

2.     Sayur – sumber serat dan vitamin

3.     Kelapa – sumber protein nabati dan lemak

4.     Telur – sumber protein hewani

5.     Ikan teri – sumber kalsium dan protein ikan

Dari sinilah dikatakan bahwa sejak lahir manusia dikenalkan pada susunan makanan lengkap

Bancakan Kalo
Dalam
rangka memohon keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan bagi seorang
anak, setiap 35 hari sekali saat hari dan pasaran kelahiran anak sesuai
dengan saat kelahirannya dibuatkan selamatan berupa nasi, gudangan bumbu
megana, telur pindang, rempeyek teri dan opor ayam. Bancakan ini ditata
dalam kalo (alat peniris santan kelapa) dengan posisi bagian dasar
ditaruh nasi kira-kira untuk 10-15 orang anak kecil, diatasnya diberi
gudangan yang telah dicampur dengan bumbu megana. Selanjutnya ditata
diatasnya telur yang sebutir dipotong jadi 4 atau 8. Rempeyek dan opor
disajikan terpisah. Setiap anak lain yang datang diberi sebuah pincuk
(wadah nasi yang terbuat dari daun pisang) yang diisi semua komponen
bancakan. Karena makan bersama-sama dengan teman-temannya anak-anak
menjadi lahap menghabiskan isi “pincuk” mereka masing-masing. Nah kalau
di kampung itu ada 10 orang balita maka sebulan pasti 10 kali bancakan.
Hal ini membuat bancakan kalo mengajari anak-anak mengkonsumsi makanan
lengkap bagi sejak usia dini.

Dengan demikian, jelas bahwa
Tumpeng Megana adalah sarana mengenalkan makanan lengkap yang
menyehatkan bagi semua orang, khususnya anak-anak yang sejak usia dini
dibuatkan events yang menyenangkan untuk mengenal makanan lengkap
melalui undangan “bancakan kalo”.

Penulis: Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, dosen di Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam bidang Teknologi Pangan


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top