Adventure

Uji Nyali di Jembatan Gantung Situgunung

Uji Nyali di Jembatan Gantung Situgunung – “Yah, kalau jembatan gantung Situgunung udah jadi, kita langsung ke sana, ya. Tapi, jangan pas weekend. Hari Rabu atau Kamis aja. Ayah cuti, anak-anak izin.”




Sering ke glamping di Tanakita, paling gak 1-2x dalam setahun, membuat kami sudah tau akan ada pembangunan jembatan gantung di Situ Gunung sejak lama. Bahkan ketika viral beberapa foto pembangunan jembatan tersebut di media sosial, kami sudah jauh lebih dulu melihat foto-foto tersebut.

jembatan gantung situ gunung, situgunung suspension bridge

Saya sudah membayangkan kalau jembatan ini akan sangat ramai pengunjung bila sudah selesai pembangunannya. Makanya minta ke suami kalau mau ke sana di hari Rabu atau Kamis. Setelah itu menginap di Tanakita sampai Sabtu atau Minggu.


Jembatan Gantung Situ Gunung sudah dibuka sejak Maret 2019. Tetapi, seperti ungkapan klasik “manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan”, semua bubar jalan. Sejak mamah mertua wafat 2 tahun yang lalu, kami nyaris gak bisa pergi ke mana-mana. Kami mendapat amanat untuk menjaga dan merawat papah mertua yang sudah dalam kondisi sakit. Kalaupun kami ke luar kota untuk lebih dari 1 malam, berarti karena hal penting. Bukan sekadar jalan-jalan.

[Silakan baca: Tanakita Rainforest Festival, Hari ke-3 dan 4]


Suami tau banget kalau sejak lama saya nungguin jembatan itu jadi. Situasi dan kondisi yang memang sedang tidak mendukung. Sampai akhirnya, Keke minta dibolehin ajak beberapa sahabat SMPnya untuk glamping di Tanakita. Ini pengalaman kedua kami mengajak sahabat-sahabat Keke glamping. Pertama kali, saat Keke lulus SD. Dan, sekarang setelah dia lulus SMP.

Ramainya Wisatawan di Situ Gunung Suspension Bridge

stasiun cisaat, kadudampit, sukabumi

Kereta jurusan Paledang (Bogor) – Sukabumi terasa padat penumpang. Bukan hal aneh sebetulnya. Hanya memang kali ini terasa ada yang berbeda.


Kalau dulu, saya suka menebak penumpang yang di dalam kereta adalah wisatawan yang ingin camping, seperti kami, atau jalan-jalan ke kota Sukabumi. Selebihnya adalah penumpang yang mungkin saja selama 5 hari bekerja di Bogor dan sekitarnya. Akhir pekan, saat pulang ke rumah. Berkumpul dengan keluarga.


“Kayaknya kali ini sebagian besar penumpang turun di stasiun Cisaat, Yah. Pada mau ke jembatan, nih!”


Saya menebak seperti itu karena kebanyakan penumpangnya keluarga dengan anak-anak kecil. Suasana di kereta yang biasanya senyap pun kali ini berbeda. Ramai sekali seperti sedang piknik beramai-ramai.


Dugaan saya tepat! Suasana stasiun Cisaat yang selama ini saya tau, terlihat sangat berbeda. Jadi sangat ramai! Mau keluar stasiun aja pakai macet dulu. Padahal dulu gak begitu.


Sekarang pun udah masuk kendaraan online di Cisaat. Tetapi, kami tetap memilih carter angkot meskipun harus membayar lebih mahal. Anak-anak gak pernah naik angkutan kota. Makanya kalau diajak ke sini, mereka senang bisa naik angkot, terutama Nai. Selain itu, kami sudah mengenal beberapa sopir transportasi umum berwarna merah di sana, terutama koordinatornya. Gak enak rasanya kalau pindah pilihan.

Baru masuk Taman Nasional aja parkiran udah penuh dan itu mengular sampai ke dekat pintu masuk danau. Bagunan bertingkat di belakang itu dulunya deretan kedai sederhana.

Rencananya hari pertama ini mau ke jembatan setelah makan siang. Tetapi, melihat ramainya pengunjung, suami berubah pikiran. Katanya besok pagi aja. Sekarang, main ke danau Situ Gunung dulu.


Menurut cerita salah seorang crew Tanakita, suasana selalu ramai sejak ada jembatan. “Setiap Sabtu dan Minggu, suasananya udah kayak lebaran, Bu,” ujarnya. Saat lebaran atau libur panjang, lebih luar biasa lagi ramainya.


Saya sempat melihat salah satu video suasana pengunjung yang ke sana saat libur Idul Fitri di IG. Luar biasa keramaiannya! 

Saya tau banget itu area sebelum ada jembatan kayak gimana suasananya. Kalau kata crew Tanakita, saat lebaran lalu, parkir kendaraan aja sampai ke lapangan dekat Tanakita Riverside. Wkwkwkw jauh aja itu jalan kakinyaaaa!

[Silakan baca: Tanakita Riverside, Bila Ingin Menikmati Sunyi]


Setelah pulang dari danau, suami bilang mau ketemu salah seorang temannya di kantor pengelola Situ Gunung Suspension Bridge. Melihat anak-anak yang sedang asik ngobrol dan beristirahat, saya minta ikut.


Jarak Tanakita ke suspension bridge gak jauh. Kami berjalan menuju pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Lalu lanjut ke arah air terjun. Saya perhatikan masih banyak deretan mobil di parkiran pintu masuk. Untuk pergi ke suspension bridge Situ Gunung akses jalannya sudah cukup baik bila menggunakan mobil sedan dan kendaraan lainnya. Tetapi, memang hanya diperbolehkan sampai parkiran saja.


Dulu, kendaraan bus bisa masuk area parkiran Situ Gunung. Tetapi, sekarang bis dilarang masuk ke sana sejak ada jembatan. Hanya boleh parkir di bawah dekat Tanakita Riverside. Ada lapangan parkir cukup luas di sana. Nanti baru lanjut dengan angkot. Hmmm … pantesan aja sekarang banyak angkot parkir di dekat pintu masuk.

Kantor pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango saat ini. Dulu, hanya berupa bangunan seperti rumah kecil yang sederhana
Sekarang, banyak penjual yang berderet di sini. Saya gak tau makanan dan minumannya berapa.

Di area parkiran juga sudah berdiri bangunan bertingkat. Dulu, hanya berupa warung-warung kopi dan mie instan yang sangat sederhana. Sekarang sudah jadi bangunan yang bagus. 

Saya gak tau apakah para penjual mie instan dan kopi masih berjualan di sana atau enggak. Karena kalau dari kejauhan kayaknya sepi gitu bangunannya. Malah sekarang beberapa pedagang kaki lima bermunculan. Meskipun memang terlihat ditata alias dikasih tempat.


Kantor pengelola taman nasionalnya juga ikutan bagus. Di dekat parkiran juga sudah dibangun masjid yang cukup besar, bernama masjid Al-Ikhlas. Dulu, area tersebut hanya tanah lapang. Saya cukup takjub dengan perubahan di Situgunung. Perasaan belum sampai 2 tahun gak ke sini, tetapi sudah berdiri beberapa bangunan yang bagus. Lebih tertata juga areanya. 

de' dalcone resto situgunung

Sampai kantor pengelola, kami diajak ngobrol di resto De’ Balcone. Sampai sana, kami ditawari makan dan minum. Karena perut masih berasa kenyang setelah makan di Tanakita, kami memilih ngopi dan cemal-cemil aja.


Suami dan temannya (saya lupa namanya 😅) asik mengobrol berbagai hal. Dari topik Wanadri sampai tentang jembatan itu sendiri. Ada juga obrolan tentang rencana-rencana lain untuk mengembangkan kawasan tersebut. Saya hanya menyimak saja. Paling sekali aja saya nyeletuk, “Jangan sampai bikin area instagramable, ya.”😄

[Silakan baca: Pendidikan Dasar Wanadri 2014]


Jembatan Gantung di Situ Gunung tentunya instagramable. Tetapi, yang saya maksud adalah membangun berbagai spot foto supaya terlihat fotogenic. 

Ini masalah selera, sih. Saya pribadi memang kurang sreg berfoto di tempat yang sengaja dibuat kekinian. Bukan berarti gak pernah juga foto di spot seperti itu. Hanya memang lebih suka yang natural. Makanya saya senang di Situ Gunung belum ada spot-spot seperti itu.

Saya sempat lihat ke sekeliling. Selain cafe, di seberang juga ada makanan ala kaki lima. Bangunanya di bikin semi terbuka. Hanya dikasih penutup seadanya di bagian atas. Kalau menurut teman suami, memang sengaja dibikin seperti itu biar berasa natural. Katanya mengingatkan saat mendaki gunung saat hujan. Ada tempat berteduh sedikit, umpel-umpelan dengan banyak pendaki lainnya sambil menikmati secangkir kopi atau teh hangat dan jajanan kaki lima. Ya paling disediakan sedikit meja dan kursi di sana.


Teman suami saya ini pernah tanya ke beberapa pengunjung, terutama saat hujan. Ternyata mereka justru senang dengan kondisi seperti itu. Para pengunjung jarang-jarang bisa hujan-hujanan dan berteduh di tempat seadanya sambil menikmati alam.

amphitheater situgunung

Ada juga amphitheatre. Saya gak tau apakah pernah ada pertunjukkan di area ini atau enggak. Selain itu juga sekarang ada toko oleh-oleh. Toilet di sana pun termasuk bersih. Mushola pun ada.


Perjalanan kami pun berlanjut. Niatan awalnya sekadar ngobrol. Tetapi, malah diajakin lanjut ke jembatan. Alasannya, sekalian mau kasih lihat area glamping yang sedang dibangun. Saya bersorak dalam hati karena jadi juga ke jembatan di hari pertama ke Tanakita.


[Silakan baca: Rumamera Tanakita – Camping di Atas Awan]

Jembatan Gantung Terpanjang di Indonesia

Kami ke jembatan sekitar pukul 5 sore. Sudah tidak seramai saat siang hari. Di pintu masuk, terpampang papan digital yang menunjukkan berapa jumlah pengunjung yang berada di jembatan. Memang tidak boleh sampai kelebihan muatan karena risikonya tinggi.


Sesekali terdengar petugas saling berkomunikasi tentang jumlah pengunjung yang sudah keluar dan masuk. Memang harus dilakukan cek dan re-check secara berkala demi  keselamatan pengunjung juga. Apalagi saat itu menjelang malam. Jangan sampai masih ada pengunjung yang belum kembali.

jembatan gantung terpanjang di indonesia, situgunung suspension bridge

Jembatan Gantung Situgunung berlokasi di Kadudampit, Sukabumi. Jembatan ini memiliki panjang 243 meter, lebar 18 meter, dan berada di ketinggian 161 meter dari permukaan tanah.

Suspension Bridge ini kabarnya merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Pembangunannya memakan waktu cukup lama. Terbuat dari kayu ulin atau kayu besi yang didatangkan langsung dari Papua. Kelebihan kayu ini selain kuat juga tahan terhadap perubahan suhu dan kelembapan, serta tidak mudah dimakan rayap.

situ gunung suspension bridge, jembatan gantung terpanjang se-asia tenggara

Dengan panjang hampir 250 meter, tidak membutuhkan waktu lama hingga sampai ke seberang. Kecuali, kalau Sahabat KeNai banyak berhentinya buat foto-foto atau takut. Lebar jembatan juga gak bikin pengunjung berdesakan. Bila Sahabat KeNai takut dengan ketinggian, tetapi tetap ingin menikmati jembatan, memang sebaiknya jangan lihat ke bawah.


Sebelum masuk, kami diberi sabuk pengaman. Ini nanti bisa dikaitkan ke jembatan kalau terjadi turbulensi atau ada gangguan cuaca. Bila tidak terjadi sesuatu, jalan seperti biasa aja. Pokoknya yang penting perhatikan perturan selama di jembatan.

curug sawer, akses menuju curug sawer

Jembatan gantung di Situgunung ini juga bisa dikatakan jalan pintas menuju air terjun (curug sawer). Sekian tahun lalu, saya dan sekeluarga besar pernah ke sana. Cukup sekali aja, deh. Capek dan lumayan jauh hehehe. 

Jalur lama tidak hanya jauh. Jalanannya juga masih alami. Di beberapa titik agak berat juga. Apalagi kalau gak biasa trekking. Tetapi, sejak ada jembatan memang perjalanan jadi lebih singkat. Asalkan mau bayar IDR50K per orang aja.

Situgunung Glamping

situnung glamping
glamping di situ gunung


Lokasi glamping tidak jauh dari pintu masuk jembatan. Berbeda dengan Tanakita yang tempat menginapnya berupa tenda. Kalau di sini bangunan permanen. 1 bangungan bisa diisi sekitar 8 orang. Cocok nih buat yang mau datang rombongan. Tetapi, saya gak bertanya harga menginap di sini.


Saat suami dan temannya sedang ngobrol di teras salah satu bangunan, saya melihat ke dalam untuk foto-foto. Setiap bangunan terdiri dari 2 ruangan. 1 ruangan besar untuk tidur dan berkumpul. Satunya lagi kamar dan dan toilet.

Area makan Situgunung Glamping

Glampingnya sedang dalam tahap finishing saat kami ke sana. Katanya, 2 hari lagi akan dibuka. Bahkan sudah ada gathering dari salah satu perusahaan yang akan menginap di sana ketika baru dibuka.


Teman suami kemudian menawarkan lanjut ke curug sawer. Saya menolak dengan alasan sudah menjelang maghrib dan kelamaan meninggalkan anak-anak. Padahal alasan sebenarnya adalah saya kedinginan. Lupa bawa jaket karena awalnya ‘kan cuma mau ngobrol di kantor pengelola. Gak taunya malah diajak keliling-keliling hehehe.

situgunung suspension bridge 2019
Garis panjang di pagar jembatan itu sebetulnya lampu yang akan menyala saat malam hari


Padahal saya penasaran pengen coba menyebrang jembatan di malam hari. Sudah pasti gak akan kelihatan pemandangan apapun, kecuali lampu panjang di jembatan. Mumpung ditawarin juga. Sayangnya saya memang beneran kedinginan jadi memilih balik ke tenda aja hehehe.

Balik Lagi ke Situgunung Suspension Bridge


Sebelum pamit ke Tanakita, teman suami memberikan beberapa tiket. Huahaha lumayan bangeeet! Harga tiket masuk jembatan gantung ini IDR50K per orang. Kalau dikasih beberapa tiket ‘kan pengiritan ini namanya.

Pas baru banget gerbang dibuka

Kami jalan pukul 06.30 wib dari Tanakita. Sampai lokasi belum buka jembatannya. Kata petugasnya baru buka pukul 07.00 wib. Tetapi, barusan saya cek di IG, Jumat s/d Minggu buka dari pukul 06 pagi. Ya mungkin ada perubahan mengingat banyaknya pengunjung ke sana.


Begitupun dengan menyebrang di malam hari. Teman suami saya mengatakan kalau yang boleh menyebrang malam hari hanya tamu yang glamping. Sedangkan pengunjung umum hanya boleh sampai pukul 18.00 WIB. Tetapi, saya lihat di IG waktunya sampai pukul 9 malam. Mungkin nanti bisa tanya-tanya lagi kalau mau ke sana.

Jadi kami nyantai dulu aja di resto yang juga belum buka. Mendekati pukul 07.00 wib baru deh kami ke gerbang. Pengunjungnya baru ada rombongan kami (11 orang) dan sekitar 7 wisatawan lainnya.

tata tertib jembatan gantung situ gunung
harga tiket masuk jembatan gantung situ gunung
Tiket masuk yang bisa direkatkan menjadi gelang. Tetapi, mendingan gak usah dipakai kalau mau sekalian ke air terjun.

Kami pun diberikan sedikit pengarahan tentang tatib, dipakaikan sabuk pengaman, kemudian barcode yanga da di tiket kami discan. 

Tiket masuk ini bisa direkatkan di tangan seperti gelang. Tetapi, bila kami ingin lanjut ke curug sawer, disarankan menyimpan tiketnya di tas. Kalau sampai basah, khawatirnya tidak bisa discan. Bila itu sampai terjadi, maka pengunjung dilarang balik dari curug lewat jembatan gantung. Tetapi, harus lewat jalan lama.



Suasana di jembatan pagi itu masih sangat sepi. Membuat kami leluasa berfoto, tanpa banyak bocor. Saya sempat bingung kenapa merasa tidak pusing sama sekali. Apakah karena ini kunjungan kedua? Saya sempat belum tau jawabannya.


Kami pun lanjut ke curug sawer. Saya akan ceritakan di postingan berikutnya tentang jalan-jalan ke air terjun ini, ya. Tetapi, bagi Sahabat KeNai yang ingin lanjut ke curug, disarankan banget pakai sepatu kets atau minimal sandal gunung.


Sekitar 1 jam kemudian, kami kembali ke jembatan. Hanya selisih sejam, suasana udah jauh beda. Sudah banyak rombongan wisatawan (terlihat dari seragam yang dikenakan) yang datang. Di jembatan ada beberapa anak kecil yang nangis karena ketakutan. Orang dewasa pun juga ada yang ketakutan. Jalannya sangat pelan bahkan sesekali berhenti. Hanya saja bedanya tidak menangis. Buat sebagian orang, melintasi jembatan ini memang udah seperti uji nyali.


Akhirnya saya tau kenapa pas melintasi jembatan di pagi hari tidak merasa pusing. Karena jumlah orang yang ada di sana masih sangat sedikit. Semakin sedikit orang yang menyebrang, jembatan cenderung stabil. Semakin banyak orang, makin berasa ayunannya.

Makanya gak heran juga kalau kemudian ada yang ketakutan dan menangis. Memang cukup berasa goyangannya. Selain itu semakin siang juga semakin panas. Memang enaknya ke sini tuh saat buka atau sore menjelang ditutup.

Resto De’ Balcone

Welcome snack
Welcome drink

Harga tiket masuk jembatan gantung di Situgunung sudah termasuk welcome drink dan snack. Pengunjung bisa meikmatinya sebelum atau sesudah menikmati jembatan gantung. 

Karena kami belum sarapan, rasanya camilan aja gak cukup. Sebetulnya bisa aja kami balik ke Tanakita untuk sarapan karena di sana sudah disediakan. Tetapi, rencananya pagi itu kami mau lanjut ke Riverside. Nanti malah mager kalau balik ke Tanakita dulu.

 
Ini menu prasmanan waktu pertama kali saya ke sana. Kalau pagi-pagi belum siap makanannya.
Nasi Goreng Puspa, IDR40,250K

Di resto ini sebetulnya banyak pilihan makanan. Dari mulai nasi goreng, steak, hingga aneka pasta. Sahabat KeNai bisa memilih menu prasmanan atau a la carte. Konsepnya memang seperti resto dan bukan harga kaki lima juga. 

Tetapi, karena masih pagi, belum banyak menu yang siap disajikan. Hanya ada nasi goreng, bihun goreng, dan roti bakar. Menu kaki lima di seberang resto juga belum buka. Ya udah, kami pesan makanan yang sudah siap aja. Daripada masuk angin karena belum pada sarapan. 


Di resto ini ada satu area kayak jaring-jaring gitu. Hanya pengunjung yang membeli makanan/minuman yang dibolehkan masuk ke sana dengan menunjukkan struk pembelian. Karena pagi itu baru kami pengunjungnya dan kelihatan banget kami beli makanan/minuman di sana, jadi gak perlu menunjukkan struk lagi.

Ada yang sampai ketiduran 😅


Buat yang takut ketinggian, bersantai di jaring-jaring begini bikin deg-degan banget. Saya sempat nyobain. Tetapi, cuma berani di pinggir. Berbeda dengan Keke dan teman-temannya yang betah berlama-lama. Bahkan salah seorang dari mereka ada yang sampe ketiduran hehehe.


Kebanyakan wisatawan yang datang itu tidak menginap. Naik kereta paling pagi dari Bogor (pukul 08.00 wib) dan pulang naik kereta sore (pukul 16.00 wib). Bila tidak menginap memang susah ya mendapatkan suasana jembatan yang sepi untuk saat ini. Kalau ingin merasakan suasana pagi seperti yang kami alami, memang harus menginap atau berangkat naik kendaraan pribadi (sewa mobil/bus juga bisa).

Tanakita bekerjasama dengan Ruang Rupa kembali menggelar RRREC Fest in The Valley pada tangal 20, 21, dan 22 September 2019. Silakan cek infonya di IG @rrrec_fest. Beberapa cerita tentang event ini di tahun-tahun sebelumnya juga sudah pernah saya tulis di blog ini.


[Silakan baca: Piknik Lagi di RRREC Fest in The Valley 2017 – Hari Kedua]

Situ Gunung Suspension Bridge


Taman Nasional Gede Pangrango
Kadudampit, Sukabumi
Jawa Barat 43153

IG: @situgunungsuspensionbridge

www.situgunungbridge.com

open hours:
Mon-Thu: 07.00 s/d 17.00 WIB

Fri-Sun: 06.00 a/d 21.00 WIB


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top