
Saya langsung melapor ke customer service dan tanggapan Tuk Tuk Backpackers adalah mereka akan mengembalikan biaya penginapan jika kita melakukan cancel. Langsung lah saat itu juga saya cancel. Tapi selama hampir 2 minggu dana kita nggak balik-balik. Pihak Tuk Tuk Backpackers lama-lama juga nggak ngerespon. Saya tetap berusaha dan mengirim email langsung ke CS Booking.com. Awalnya dicuekin dan dianggurin sampai akhirnya dalam satu bulan pihak Booking mau berkoordinasi dan mau mengembalikan dana saya melalui e-wallet Booking.com.
Saya kira kejadian seperti ini hanya terjadi di penginapan-penginapan di India. Ternyata setelah ngobrol dengan Mira, doi mengalami kejadian yang sama di UK. Lumayan bikin drama karena saya musti bolak-balik ngirim email dan attach bukti chat. Duit segitu kan lumayan bisa buat makan-makan di Kintan. Anyway, saya jadinya menginap di Moustache Jaipur, mereka lebih fair meskipun lebih mahal sedikit tapi bayarnya bisa di tempat.
Tips: Kalau bisa jangan cantumkan data kartu kredit dan CVV nya. Masih banyak kok penginapan yang menerima pemesanan tanpa perlu kita cantumkan data kartu kredit. Cari yang kebijakannya No Credit Card Needed, No Prepayment dan Free Cancellation.
Dari sekian drama yang bikin galau dan gelisah ini akhirnya kami tetap memutuskan berangkat dengan dua alasan. Pertama, Bre mendapat jatah WFH (Work From Home) selama dua minggu sebagai kebijakan untuk self-quarantine setelah keluar negri. Senang banget doi, sampai bela-belain beli charger Mac baru untuk di rumah karena sudah dua bulan ini hilang dan minjem temen di kantor. Alasan kedua, kami nggak ke Jaisalmer tapi ke Manali, kota di ketinggian Himalaya. Malam itu setelah ngobrol dengan Kak Tery, dia menyarankan saya untuk posting nyari temen di grup Facebook Backpacker Dunia, ada yang komentar tentang kota Manali. Saya googling dan nemu blog nya Mamie Funky. Wohaaa! Ternyata nggak kalah keren sama Kashmir. Saya jadi semangat menyusun itinerary ke India ini pakai Trello.
Salah dua yang paling berkesan adalah di hari pertama dan hari terakhir di Delhi. Hari pertama saya menginjakkan kaki di bandara Indira Gandhi, saya langsung menuju konter Airtel untuk membeli simcard. Harga simcard paket satu bulan adalah Rs 615. Berhubung saya hanya punya pecahan 500 an, saya beri ke petugasnya dua lembar 500 rupee. Setelah beberapa menit sambil dia memasang simcard dan utak atik settingan ponsel saya, tiba-tiba uang saya di meja berubah jadi selembar 500 dan selembar 100. Dia menunjukan kedua lembar uang itu dan bilang kalau uangnya kurang. Kampret ni orang dikira gue amnesia apa. Saya memang tidak tahu kapan dia mengganti pecahan uang itu tapi pakai logika dong, saya kan cuma pegang lembaran 500 itu pun saya cuma punya 4 lembar yang saya dapatkan di money changer di KLIA. Sambil membentak dan marah-marah ala mertua di sinetron Indosiar, saya ngomong apa adanya dan dia dengan polos dan tanpa rasa bersalah mengambil selembar 500 an saya yang lain dari kolong meja dan mau memberikan sisa kembalian.

Kejadian lain saat hari terakhir di Delhi di minimarket 24 Seven di daerah Connaught Place. Di sana saya belanja makanan ringan yang lumayan banyak untuk souvenir. Saya nggak ngitungin dan percaya aja karena jelas ini kan minimarket resmi bukan warung kelontong. Dibilang sama kasirnya total Rs 715, saya kasih deh 800 rupee dan dikasih kembalian yang pas. Tapi saya nggak dikasih bill. Padahal jelas ya kalau di India itu setiap kita belanja di supermarket atau warung resmi yang pakai kertas bill, ada petugas di pintu keluar yang akan mengecek bill kita. Setelah setengah memaksa minta bill akhirnya tanpa rasa bersalah si kasir mengeluarkan semua belanjaan saya di kantong belanja dan menghitung ulang dengan mesin scan. Baru deh dikasih bill nya dan ternyata cuma Rs 515. Dia kembalikan sisa 200 rupee tanpa minta maaf cuy!
Tips: Jangan biarkan pasangan atau teman jalan Anda yang nggak suka ngitung duit untuk transaksi apapun yang berhubungan dengan mata uang asing. Pastikan lebih teliti dan fokus saat bertransaksi. Kalau perlu, hitung kembalian menggunakan kalkulator ponsel biar lebih yakin.
Saat sampai bandara, kami dijemput Mr Sunil, supir hotel kami menginap di Delhi. Kami minta diantar ke ATM terdekat karena ATM Mandiri saya nggak bisa di gunakan di semua mesin ATM bandara Indira Gandhi. Diberhentikan lah kami di pinggir jalan yang meskipun sudah tengah malam, kondisi jalan masih sangat ramai. Karena ATM ada di sebrang jalan, kami bingung nyebrangnya gimana dan Mr Sunil dengan santainya menyuruh kami menyebrang saja. Seriously, seperti kata Aan, rasanya kayak mau mati nyebrang di sana. Hahahah.

Kuping saya makin budek saat keliling kota Jaipur selama 6 jam pakai Tuk Tuk (bajaj nya India). Semua orang terlihat buru-buru dan kesal dengan sering nya membunyikan klakson kendaraan mereka saat macet, padahal mah biasa aja. Even abis diklaksonin sama pengendara motor di belakang, supir Tuk Tuk kami mengobrol biasa dengan pengendara motor tadi saat mereka bersebelahan.
Baru tiba di Indonesia, saat di tol setelah keluar di Bandara Soetta, saya bergumam, “Jakarta damai banget ya, nggak berisik.” Lol.
Tips: Terima dan nikmati saja, itu adalah bagian dari seni nya jalan-jalan.

Tips: Kami selalu minum air minum kemasan botol. Walaupun di beberapa tempat disediakan fresh water gratis yang bisa diisi ulang, saya lebih memilih untuk membeli di warung atau di hotel. Untuk makan besar saya lebih memilih di restoran karena harganya sama seperti di Indonesia. Meskipun sesekali jajan pinggir jalan. Hamdalah, seseringnya Bre jajan dia nggak pernah ngeluh sakit perut atau mencret.
Saya seperti masuk ke lorong waktu. Naik kereta sleeper class di sini serasa balik ke jaman 30 tahun yang lalu. Pengalaman pertama kali naik kereta, saya langsung naik dari stasiun Old Delhi. Sungguh sebuah kesalahan.
Alasan pertama karena stasiun Old Delhi ini jadul jadi tidak ada pengumuman secara tertulis di sini. Hanya ada pengumuman melalui pengeras suara yang bahasa Inggris nya tidak jelas sama sekali. Kedua, delay yang tidak jelas hingga dua jam, padahal perjalanan kami hanya ditempuh dalam waktu 5 jam. Ketiga, 1 rangkaian kereta bisa terdiri dari lebih dari satu nomor/ nama kereta saking panjang nya.

Kenapa saya mengejar kereta? Jadi setelah menunggu lebih dari dua jam tidak karuan, kita nggak ngeh barusan ada kereta yang berhenti sekitar 5 menit di jalur tempat kita nunggu. Sampai kita tersadar setelah nanya sama orang kalau itu kereta kami. Karena masing-masing gerbong tidak saling menyambung jadi mau nggak mau kami harus masuk gerbong yang sesuai dengan kelas yang kami pilih. Dan ternyata gerbong kami ada di paling ujung depan. Entah sudah berapa gerbong yang kami lewati, kami sampai sesak nafas karena berlari. Baru terduduk sebentar di dalam, kereta langsung jalan tanpa terdengar aba-aba sama sekali.

Kereta Delhi – Jaipur seharga 200 ribu rupiah per bed selama 5 jam ini sungguh membuat saya trauma dan nggak mau naik kereta di India lagi saat itu. Bayangkan gimana untuk kereta Jaipur – Agra yang kami pesan seharga 25 ribu saja? Akhirnya kami memutuskan untuk naik bus dan menghanguskan tiket itu. Tapi untuk tiket kereta dari Agra ke Delhi tetap kami pakai karena dengan harga 250 ribu rupiah per kursi selama 1,5 jam kami lumayan dapat kereta eksekutif yang tepat waktu.
Tips: Beli tiket kereta di web IRTCC agak ribet, jadi kami beli di kantor pemesanan khusus turis di New Delhi Station (NDLS). Kami lebih memilih menggunakan bus karena pemesanan nya yang sangat mudah lewat aplikasi redbus, fasilitas yang lumayan seperti air mineral dan wifi, berangkat dan tiba ontime, dan bisa di tracking posisi bus nya. Lokasi pick up nya juga jelas.
10. Korban pedagang liar
Mas-mas yang jualan ngider di jalan dan tempat-tempat wisata suka maksa jualannya. Jadi kalau disapa jangan sekali-kali iseng untuk jawab karena nanti bakal panjang urusan (jualan) nya. Seperti saya yang sudah jadi korban jualan saffron di tempat main ski di Manali. Awalnya kasian karena sepanjang saya duduk di warung minum chai dan ngelamun, saya udah ditawari 5-6 orang anak muda. Sampai akhirnya kami diperlihatkan sesuatu yang magic (tapi tipu kata host ku), di mana tiba-tiba dia megang tangan Bre lalu diusap-usap sampai wangi. Kami termakan juga sama tipuannya dan juga karena harganya yang cukup murah, dengan harga Rs 200 (sekitar 40 ribu rupiah) saya dapat 6 kotak x 1 gram saffron.

Nggak hanya saffron, segala pernak-pernik di tempat wisata mereka juga jual nya maksa. Kami sampai diikutin. Lucunya mereka juga nggak malu nanya berapa harga yang kita dapat di pedagang lain, mereka bisa menawarkan lagi ke kita dengan harga yang lebih murah, kan ngeselin banget kan.
Tips: Jangan tergiur harga murah untuk sejenis saffron yang biasa dijualnya di sini 150 ribu rupiah per 1 gram. Saya membeli manisan biji adas di warung yang ada di foto atas. Disana juga jual saffron seharga Rs 200 untuk 1 gram. Lebih meyakinkan sih, tapi saya jadinya tetap nggak beli. Hahaha.
Dalam waktu seminggu kami di India, dari yang semula hanya 3 orang, korban Corona di sini bertambah jadi 34 orang. Begitu pula dengan di Indonesia, dari yang semula tidak ada menjadi dua orang. Kepanikan banyak terjadi di kota-kota besar terutama di Delhi.
![]() |
Lochenpa B&B, the best hotel in Manali. View nya langsung madep puncak gunung es. |
Setelah cukup lelah dengan perjalanan tiga kota di mana kami habiskan setiap 1 hari 1 kota, kami mengakhiri malam di Delhi. Karena rata-rata semua hotel kami pesan satu hari sebelumnya, pas malam terakhir di Delhi ini kami baru pesan penginapan 1 jam sebelum check-in. Kami cari yang paling dekat dengan stasiun.
Hotel ke 1: Hosteller Delhi
Resepsionis minta medical certificate. Padahal jelas di pesan lewat Booking.com mereka cuma ngasi requirement kita nggak traveling selama 14 hari ke China, Jepang, Korea Selatan dan Itali. Ngga ada keterangan disuruh bawa surat kesehatan. Kalau emang mau nolak karena kita dari Indonesia kenapa nggak di cancel aja sih, kenapa harus nunggu kita sampai sana.
Dengan perasaan penuh marah dan dengki sekaligus capek, kami langsung jalan kaki ke hotel berikutnya. Nggak sampai 1km lah. Kami sudah cek di Booking.com tapi nggak kami pesan karena mereka minta data kartu kredit.
Hotel ke 2: Hotel South Delhi Inn
Hotel ke 3: Hotel Preet Palace


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.