liputan media

Kisah Ngeri Manusia Rantai di Sawahlunto

Oleh: Faela Shafa – detikTravel

 

img

Lubang Mbah Soero di Sawahlunto (Shafa/detikTravel)

  • gb

gb

gb
gbSawahlunto – Manusia rantai adalah orang pribumi
yang dijadikan budak oleh penjajah Belanda. Banyak dari mereka menemui
ajal saat menambang batu bara. Kita bisa mengetahui kisahnya di Lubang
Mbah Soero, Sawahlunto.

Lubang itu terlihat basah meski udara
sedang cerah-cerahnya di Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar,
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Seorang pemandu wisata bernama Pak Win
sedang menjelaskan kisah awal Lubang Mbah Soero di pintu masuk. Sebelum
masuk ke dalam lubang, para pengunjung, termasuk detikTravel, wajib
mengenakan helm dan sepatu boots untuk keamanan.

“Lubang ini
dibuka pada tahun 2008. Butuh waktu sekitar 5 bulan untuk membuat tangga
dan pegangan untuk memudahkan para wisatawan,” ujar Pak Win sambil
mengajak masuk ke dalam lubang.

Baru selangkah memasuki lubang,
kami pun langsung tahu alasan harus menggunakan sepatu boots. Tangga
hampir selalu basah dengan air yang mengalir dari beberapa sumber mata
air. Belum lagi tetesan air dari dinding lubang, helm pun jadi pelindung
yang sempurna. Selain itu, ketinggian lubang di sini tidak lebih dari
2,5 meter.

Dulunya, lubang ini dibangun untuk mengambil batu bara
yang tersimpan di dalam tanah Sawahlunto. Banyak budak atau manusia
rantai yang dikerahkan untuk menggali batu bara di sini karena memang
memiliki kualitas batu bara yang sangat baik. Disebut manusia rantai,
karena kaki setiap budak dirantai dengan bola besi yang berat.

Mereka
bekerja siang malam tanpa henti. Jika melawan kehendak, pecutan dan
ragam siksaan lain akan didapat. Karena terlalu keras, tak sedikit dari
manusia rantai yang akhirnya jatuh sakit. Alih-alih dilarikan ke rumah
sakit atau posko kesehatan terdekat, mereka malah ditaruh di sebuah
lubang lainnya.

Tidak ada bantuan medis. Mereka yang sakit hanya
didiamkan di sana hingga dijemput ajal. Saat sedang membersihkan lubang
dan membangun lantai untuk memudahkan para pengunjung, beberapa pekerja
pun menemukan tulang-belulang manusia.

“Saya sendiri menemukan tulang-tulang di sini,” kata Pak Win sambil menunjuk sebuah lubang.

“Setelah
ditemukan, kami taruh di museum untuk edukasi masyarakat. Namun kami
(para pekerja yang menemukan) ‘didatangi’ pemilik tulang yang meminta
untuk dikuburkan dengan cara semestinya,” lanjut Pak Win dengan tatapan
serius.

Jika Anda berkunjung ke sana, angin sejuk akan terasa
perlahan, itu karena ada udara yang selalu mengalir ke dalam melalui
ventilasi. Jika tidak, lubang itu akan terasa sangat pengap. Bayangkan
bagaimana para manusia rantai yang bekerja pada kala itu. Tak ada
ventilasi dan tak ada lampu.

Batu bara pun masih bisa terlihat di
dinding lubang. Batu hitam mengkilat terlihat seperti dinding yang
kokoh. Sebenarnya, batu bara ini bisa saja diambil, namun akan
membahayakan tanah kawasan tersebut jika terus dikeruk.

 
Sumber : disini

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top