![]() |
| Sungai-sungai yang banjir besar |
Media sosial warga Kebumen diramaikan dengan berita bencana banjir yang terjadi di enam kecamatan dalam waktu bersamaan yakni 3 Oktober 2016. Adalah Kecamatan Alian, dan Kecamatan Kebumen akibat meluapnya Sungai Kedungbener serta Sungai Kalijaya. Kemudian Kecamatan Poncowarno akibat meluapnya sejumlah sungai kecil serta kanal irigasi Waduk Pejengkolan. Sementara itu di Kecamatan Kutowinangun akibat besarnya debit air Sungai Tholang. Di Kecamatan Prembun akibat derasnya Sungai Badegolan. Terakhir di Kecamatan Mirit karena meluapnya Sungai Keceme. Wilayah tersebut dilanda banjir bervariasi mulai dari hanya menngenangi lahan persawahan, jalan raya hingga masuk rumah penduduk.
Soal besarnya debit air Sungai Tekung asumsi lain menunjukan daerah hulu sungai ini memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Hulu sungai ini berada diantaran Pujotirto, Wadaslintang dan sekitarnya yang kebetulan juga merupakan hulu Sungai Badegolan yang ikut banjir besar hingga menghanyutkan sebuah jembatan semipermanen. Hal yang sama terjadi pada Sungai Tholang di Kecamatan Kutowinangun.
Kemerataan curah hujan menyebabkan banjir cukup luas terutama di wilayah Desa Sumberadi, Candimulyo dan sekitarnya. Wilayah ini merupakan wilayah rendah yang menjadi titik pertemuan tiga sungai yang cukup besar yakni Sungai Kedungbener, Sungai Kalijaya serta Sungai Bakung. Wilayah ini juga merupakan pemukiman padat sehingga air aliran permukaan (run off) dalam hal ini air hujan yang sangat banyak itu langsung dibuang ke sungai. Secara umum curah hujan sangat tinggi melanda Kecamatan Alian, Poncowarno, Kebumen, Kutowinangun, Padureso, Prembun dan Wadaslintang.
Banjir pertama dirasakan oleh warga di Desa Kalirancang Kecamatan Alian pada pukul 06.00 WIB dan pukul 07.30 sebagai puncak banjir. Di Desa Kalirancang banjir kali ini cenderung lebih lama surut ketimbang banjir bandang Alian 2014. Jika sebelumnya butuh waktu 1 jam untuk normal kemarin butuh 2-4 jam untuk menuju ketinggian normal. Kemudian banjir terus ke hilir sekitar pukul 11.00 WIB sampai di Desa Bojongsari dan pukul 14.00 WIB sampai di Desa Jatisari Kecamatan Kebumen. Banjir Sungai Kedungbener benar-benar ‘pecah’ pada pukul 16.00 WIB.
10 Jam itu cukup untuk mengantisipasi dampak banjir sehingga perlu adanya peringatan dini. Namun tak ada peringatan dini banjir di wilayah sepanjang Sungai Kedungbener. Hanya ada satu bendung yakni di Dusun Pesucen Desa Roworejo Kecamatan Kebumen yang bisa menjadi peringatan dini banjir untuk wilayah Kecamatan Kebumen. Tetapi ukurannya yang minimalis tak mampu menampung debit air dari seluruh wilayah Kecamatan Alian dan sebagian Karangsambung yang ada malah ”mengacaukan” debit air kala banjir besar.
Lantas bagaimana dengan Kecamatan Alian? Apa perlu punya bendung/ pintu air karena faktanya air bah tak bisa dikendalikan? Alat/ media peringatan dini banjir di bantaran sungai sangat dibutuhkan di sejumlah titik seperti di Desa Plumbon, Desa Sawangan, dan Desa Sumberadi. Pemkab Kebumen seharusnya merasa sedang berlomba dengan laju kencang pertumbuhan permukiman penduduk dan laju erosi. Saya pernah mengatakan Sungai Kedungbener punya periode ulang banjir besar 2 Tahun sekali. See? Demikian cerita sederhana nan ngawurnya. Hehehehhe……

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.











