PART 3: MELINTASI PERBATASAN MALAYSIA-THAILAND & RANDOM CHECK
Aku kembali lagi dengan cerita trip Singapore-Malaysia-Thailand Selatan yang berkesan. Pada mulanya mengawali trip ini karena waktu itu dapat tiket promo AirAsia ke Singapore. Niatnya mau traveling ke dua negara aja, Singapore-Malaysia. Lalu, satu temanku, Decky yang suka berkelana, punya ide buat mengajak kami jalan-jalan ke Kelantan, lalu masuk perbatasan Thailand bagian selatan.
Aku sudah menulis cerita perjalanan ini di 2 artikel sebelumnya. Kalau kamu belum baca, silakan mampir dulu ya.
Baca PART 1: EXPLORE SINGAPORE
Baca PART 2: EXPLORE MALAYSIA

Day 4 Kuala Lumpur-Kota Bharu
Nah, kali ini aku mau cerita hari ke-4 kami di Malaysia.
Cerita ini kuawali dengan kisah mati lampu di dalam kamar hotel tengah malam.
Iya, kamu nggak salah baca kok. Di cerita sebelumnya, aku udah nulis cerita perjalanan kami ke Genting Highland. Lalu berakhir di KLCC buat melihat Petronas malam hari. Aku dan teman-teman pulang ke hotel menjelang tengah malam. Sebelumnya kami melewati Bukit Bintang, jajan di Jalan Alor, lalu jajanannya dibawa pulang ke hotel.
Begitu kami sedang mengobrol sambil cemal-cemil di ruang tamu unit kamar kami, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja aku panik. Bayangkan, tengah malam, aku berada di lantai 20 ke atas, kondisi kamar gelap gulita, baterai hp sekarat. Mau turun harus pakai tangga darurat karena lift juga mati. Untungnya masih ada cahaya tipis dari gedung-gedung di luar sana.
Aku menelepon bagian front office, ternyata sudah ada pemberitahuan sebelumnya di kamar masing-masing bahwa akan ada pemadaman listrik selama 1 jam di gedung hotel itu. Jadi sebagian tamu sudah berkumpul di lobi. Karena aku nggak merasa menerima pemberitahuannya–di kamar nggak ada selebaran apa pun yang ditinggalkan housekeeper–jadi kami mengadu ke bagian Marcomm. Salah satu petugas security akhirnya mengusahakan untuk menjemput kami ke lantai atas.
Yah, begitulah. Nggak sampai 1 jam, listrik menyala. Marcomm dan security datang ke kamar kami dan kami diberikan kompensasi. Tahu nggak kompensasinya apa?
Kami check out hotel keesokan harinya dan langsung berangkat ke bandara. Hari ini aku dan teman-teman akan terbang ke Kelantan, salah satu negara bagian Malaysia.

Dan, kompensasinya adalah kami diantar pakai mobil hotel langsung ke bandara menggunakan Alphard. Nggak nyangka aja, bentuk kompensasinya jadi semewah ini. Lumayan banget buat kami yang ingin menghemat budget ke bandara naik MRT KL Sentral dan lanjut naik bus/kereta bandara. Menghemat budget dan menghemat waktu. Bisa duduk manis dengan nyaman di mobil.
Kami sampai di KLIA 1. Pesawat kami masih agak sore karena delay. Jadi aku mampir ke Zus Coffee di bandara, katanya ini merk kopi yang enak di Malaysia. Kami duduk santai di kafe, sambil meeting untuk rencana perjalanan berikutnya dan menyelesaikan beberapa pekerjaan tentunya.



Kami sampai di Kelantan pas banget Magrib. Langsung pesan taksi online buat ke hotel.


Untuk hotel, di sini tersedia beberapa opsi. Kami pilih yang murah di pusat kota lewat Airbnb. Dapatlah penginapan apartemen, lengkap dengan kamar mandi dan mini pantry. Yah, walaupun kami hanya menginap 1 malam dan besok pagi akan check out, fasilitas apartemen ini cukup buat backpacker.
Buat ke mana-mana selama bermalam di Kelantan, kami mengandalkan Grab. Jadi malam hari setelah check in penginapan, aku cari makan malam di night marketnya. Makanan di sini banyak yang unik. Tipe makanannya juga ada yang mirip dengan jajanan kita di Sumatera. Masih 1 rumpun Melayu, ya kan. Random aja sih aku cari makanan berkuah, semacam sotonya khas Kelantan.


Anyway, Kelantan itu negeri Semenanjung Malaysia bagian timur yang berbatasan langsung dengan Thailand Selatan. Ibukotanya Kota Bharu. FYI, Kelantan ini salah satu dari 14 negara bagian yang ada di Malaysia. Kalau kemarin aku ke Genting Highland, masuk negara bagian Pahang, hari ini aku udah sampai di negara bagian yang lain, Kelantan. Di sini juga diisi mayoritas muslim. Kawasannya di pesisir Semenanjung Malaysia yang menghadap ke Laut China Selatan.
Menikmati suasana malam di Kota Bharu ini nggak seramai malam di Kuala Lumpur. Kota Bharu hanya pusat kota kecil yang orang-orangnya bersahaja. Aku serasa pulang kampung karena suasana akrab antar warga di sini.
Karena nggak banyak yang dilihat, kami pun kembali ke hotel. Ini sudah hari ke-4 perjalanan 3 negara. Kami mulai kehabisan pakaian bersih. Rupanya, nggak jauh dari gedung apartemen, ada ruko laundry koin yang buka 24 jam. Walaupun sudah pukul 11 malam, kami paksain buat nge-laundry.
Kami menunggu laundry selesai sekitar 1,5 jam. Setelah itu tepar di kasur masing-masing.
Day 5 Kelantan-Thailand Selatan
Kami check out pagi sekali karena harus naik bus pukul 9 pagi. Sebelum itu, aku sempat jalan kaki ke Pasar Medan Selera Laman Siti Khadijah. Ini tuh pasar tradisional yang kalau pagi-pagi banyak jajanan khas Kelantan. Harganya murah meriah. Jangan khawatir buat jajan di sini karena halal semua. Yang jualan di sini rata-rata ibu-ibu setengah baya yang menggunakan hijab.



Kelantan ini kental banget sama nuansa Islam-nya. Sekilas mirip dengan Riau. Di sini nama jalan, nama pertokoan, dan kantor lembaga ditulis dengan 2 aksara: aksara latin dan aksara jawi (tulisan Arab Melayu). Tata kotanya nggak jauh beda sama di daerah-daerah di Indonesia. Nggak ada bangunan yang tinggi banget, jalanannya lebar-lebar.
Setelah jajan, kami berjalan ke halte bus. Beruntungnya halte bus yang dimaksud itu hanya beberapa langsung gedung apartemen penginapan kami. Strategis banget ya penginapan yang aku pilih.
Aku nunggu Bus MRD tujuan Rantau Panjang. Aku siap berangkat ke perbatasan Malaysia-Thailand.
Ini kali pertama aku melalui jalur darat ke Thailand. Kami naik bus MRD dengan membayar sekitar RM4. Perjalanan membutuhkan waktu kira-kira 50 menit buat sampai di Rantau Panjang. Bus kami diisi oleh orang-orang Kelantan yang ingin menyeberang ke Thailand. Rata-rata mereka memang bekerja yang bolak-balik perbatasan.



Aku bertemu seorang ibu berjilbab yang menyapa kami dengan ramah. Beliau orang Kelantan yang punya keluarga di Sungai Kolok, bagian selatan Thailand. Beliau menunjuki kami nomor bus dan tarifnya. Baik sekali. Kebetulan si ibu ini memang akan menjenguk keluarganya pagi itu dan akan kembali sore hari ke Kelantan. Begitulah kehidupan orang-orang perbatasan. Lintas negara sudah biasa baginya. Mereka punya paspor khusus yang memungkinkan mereka buat menyeberang perbatasan dengan cepat dan mudah. Sampai jumpa kembali, ibu.
Kami turun tepat di gerbang perbatasan Malaysia ICQS Rantau Panjang, tempat check point imigrasi Malaysia. Aku sudah menyiapkan paspor dan mengantre di loket imigrasi.
Dan, setelah itu, bye Malaysia.
Aku berjalan melintasi perbatasan Sungai Kolok namanya. Kami berjalan kaki di bawah terik melewati sungai yang jadi batas wilayah Malaysia dan Thailand. Sekitar 300 meter kali ya jalan kaki. Lalu kami sampai di kantor Imigrasi Thailand Sungai Kolok. Seketika dari aksara latin, bacaan berubah menjadi aksara Thai.
Nah, di sinilah dramanya.



Lebih kurang seperti ini ya
– Siapa nama kamu?
– Mau ke mana? Tujuan kota, hotel, dan lain-lain
– Traveling bersama siapa?
– Ada keluarga atau teman di Thailand atau tidak?
– Tujuan traveling untuk apa? Untuk bertemu teman, kerabat, atau bekerja?
– Berapa lama di Thailand?
– Aku mau ke Kota Yala dan Pattani, Narathiwat, tapi Yala bukan daerah wisata. Lalu apa aja yang mau dilihat di sana?
Seperti itu lebih kurang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh petugas Imigrasi. Kami ditanyai bergantian. Untungnya semua itinerary, bukti booking hotel, dan tiket pulang sudah ada dan tinggal ditunjukkan ke petugas Imigrasi. Ini untuk meyakinkan mereka kalau kami memang turis dari Indonesia yang ingin jalan-jalan di Thailand bagian selatan.


Ini juga reminder buat kita agar selalu siapin dokumen perjalanan ya, minimal itinerary, hotel, tiket pp. Kalau sewaktu-waktu kena random check, kita tinggal perlihatkan dokumen ini. Kalau bisa dokumen di-print out buat jaga-jaga, karena belum tentu kita bisa mengakses ponsel saat melewati pos imigrasi.
Setelah tertahan di kantor imigrasi selama 1 jam, akhirnya paspor kami dicap dan bapak petugasnya bilang “Selamat datang di Thailand.” Mereka ramah kok dan sangat kooperatif. Mereka berbahasa Melayu jadi antara kami tidak ada kesulitas bahasa. FYI, bahasa yang digunakan masyarakat Thailand bagian selatan adalah bahasa Melayu Kelantan, selain bahasa Thai sendiri. Mereka juga mayoritas beragama Islam.
Satu hal yang menyelamatkan kami. Karena aku berhijab, petugasnya menanyai temanku yang laki-laki 2 orang ini. “Kamu muslim?” Mereka jawab, “Iya.”
“Hari ini Jumat, sudah mau salat Jumat, kamu tidak ikut salat?”
“Iya, Pak. Setelah ini kami mau salat Jumat.”
“Tapi kamu pakai celana pendek.”
“Kami bawa sarung.” Lalu Ipul memperlihatkan sarungnya di dalam tas ransel.
Bapaknya langsung tersenyum. “Bagus. Silakan pergi.”
Kami lolos imigrasi karena mau jumatan. Sungguh Jumat yang berkah hari itu.
Seperti itulah cerita kami lolos dari pos Imigrasi masuk Thailand. Nama daerah ini adalah Su-Ngai Kolok. Dari pos imigrasi ini kami harus berjalan kaki lagi sekitar 800 meter menuju Stasiun Sungai Kolok, stasiun kereta api terdekat dari sana. Sebenarnya kami bisa saja naik ojek, tapi karena dekat, yasudah kami berjalan kaki saja sambil melihat-lihat wilayah perbatasan ini.


Sekitar 20 menit, kami sampai di Stasiun Sungai Kolok. Sebenarnya ini di luar ekspektasiku saat melihat stasiun ini. Stasiunnya tampak klasik, pembelian tiketnya masih manual di loket dan menggunakan uang cash.
Kereta kami menuju Yala masih sekitar 1 jam lagi. Jadi kami jajan di salah satu warung di area stasiun. Warung biasa tapi punya thai tea enak dan banyak. Mungkin 1 liter untuk setiap penyajian. Aduh, segar sekali siang-siang minum thai tea di negara asalnya, apalagi setelah drama dan jalan kaki jauh melintasi perbatasan antarnegara.



Sesekali ada penjaja makanan yang berjualan di dalam kereta. Perjalanan kami ke Yala menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam. Rasanya lama sekali kami di perjalanan. Apalagi sempat hujan di tengah jalan dan kami harus buru-buru menutup jendela.
Tahu nggak apa yang sulit dari perjalanan ini? Kami harus mendengar announcer menyebut nama stasiun dengan bahasa Thai. Karena nggak ngerti bahasanya, aku selalu melihat tulisan stasiun aksara latin, memastikan kami nggak salah stasiun. Seperti saat kami sampai di Yala, Decky langsung teriak, “Ini Stasiun Yala.”

Kami langsung berdiri dan mengambil bagasi dengan cepat. Untung saja sempat melihat sekilas tulisan stasiunnya. Kalau nggak, mungkin kereta ini akan membawa kami sampai Bangkok.
Selamat datang di Yala, Narathiwat, Thailand.

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.