“Bun, tiket kereta untuk ke Tanakita udah dibeli, ya,” kata suami lewat
telpon.
Kami pun kembali berlibur ke Tanakita. Udah pengen banget berlibur. Kalau
gak tau mau kemana, ya paling ke Tanakita (lagi). Belum pernah bosan
liburan ke sini karena selalu ada aja pengalaman baru. Selain ada area
camp baru di Tanakita yang akan saya ceritain di postingan lain. Tujuan
kami ke sana minggu lalu adalah mau melihat migrasi burung.
Bulan Oktober hingga November tahun ini, diperkirakan di Indonesia akan
terjadi puncak migrasi para burung pemangsa (raptor). Area di sekitar
Tanakita biasanya akan dilintasi oleh banyak burung pemangsa (raptor).
Menurut berbagai sumber, diperkirakan sekitar 1 juta burung pemangsa akan
migrasi ke Indonesia di periode tersebut.
Tentu saja ini fenomena yang sangat menarik. Dan, juga sangat penting
untuk edukasi khususnya bagi anak-anak. Saya dan suami sampai membolehkan
mereka bolos 1 hari supaya bisa agak lama di Tanakita untuk melihat
migrasi burung ini, lho.
Sebelumnya, anak-anak sudah pernah melihat sepasang elang di Tanakita.
Saya pernah menulisnya di postingan yang berjudul, “Ketika Elang Datang.”
Menarik melihat keadaan sebelum Elang datang. Tanakita yang kadang suka
terdengar
gemeresek suara di pepohonan karena monyet yang saling melompat
dari satu pohok ke pohon lain. Atau bisa juga tupai yang sedang berada di
pohon. Ketika elang akan datang, suasana sunyi senyap.
Tentu saja itu pemandangan yang menarik dan sekaligus bisa mengajarkan
anak-anak kenapa bisa terjadi. Kalau untuk migrasi burung, saya dan
anak-anak belum pernah melihatnya. Oiya, beberapa malam sebelum kami
kesana, suami sempat diajak temannya untuk mengamati burung yang ada di
hutan kota Jakarta saat malam hari. Sayangnya pas hari kerja, tentu aja
saya dan anak-anak gak bisa ikut. Kata suami jumlah burung yang ditemukan
sangat sedikit.
Nyaris Tidak Ada Elang yang Bermigrasi
Seandainya hutan tetap hijau dan gak berkurang lahannya.
melintas. Itupun gak sengaja melihatnya. Saat suami sedang melihat ke
atas, terlihat elang yang melintas. Tumben sekali, elang melintas dengan
sunyi senyap. Biasanya terdengar pekikannya walopun terbang sangat
tinggi.
Suami memang mengatakan kalau mau puas melihat migrasi elang, seharusnya
kami pergi ke area paralayang, Puncak. Di seputaran Tanakita memang gak
sebanyak di puncak. Kecuali kalau kami mau naik ke area yang lebih tinggi
lagi. Tapi, biasanya tetap ada yang melintas, kok. Hanya saja kami gak
beruntung saat itu 🙁
Setelah sampai rumah, saya coba cari info di Google. Mencari tahu kenapa
nyaris tidak ada elang yang melintas. Setelah tau, malah jadi sedih
banget. Menurut beberapa info, seharusnya migrasi burung sudah terjadi
sejak September. Tahun 2014 lalu, di bulan September sudah mulai terlihat
migrasi burung. Tapi tahun ini hingga bulan Oktober masih sedikit sekali
burung pemangsa yang terlihat bermigrasi. Bahkan di area paralayang,
Puncak dan Lembang juga masih terlihat sedikit. Kabarnya baru sekitar 3
ribuan burung yang berhasil terpantau *jauh banget dari 3.000 ke 1 juta,
ya*
Bencana Asap di Sumatera Menjadi Penyebabnya
Lintasan migrasi para burung itu kan tetap. Makanya, sebetulnya mudah
dibaca. Para burung menghindari lautan luas lebih dari 25 km. Mereka
melintas daerah yang banyak hutannya untuk sesekali bisa beristirahat. Tapi,
kalau sekarang para burung jarang terlihat kemungkinan besar penyebabnya
karena pembakaran hutan di Sumatera. Kepulauan Riau dan Palembang adalah 2
area diantara beberapa area lain yang menjadi jalur migrasi burung raptor.
Kedua daerah itu, saat ini sedang terkena bencana asap. Sedangkan, para
elang mengandalkan indera penglihatan untuk bisa bermigrasi. Kabut asap
menghalangi semua itu.
Sahabat KeNai, tau kan kalau elang adalah termasuk binatang yang memiliki
penglihatan yang sangat tajam. Sampai ada istilah ‘setajam mata elang’.
Jadi, kalau sampai elang yang memiliki penglihatan tajam saja tidak mampu
menembus asap, bisa bayangkan seperti apa pekatnya asap di Sumatera sana
*dan, juga Kalimantan* Yang menyedihkan, kalau para elang sampai merubah
jalur migrasinya, kemudian menemukan laut lepas kemungkinan besar mereka
akan mati *aaarrrggghh! sediiiihhh!!* *Hiks!!*
Semoga kami masih diberi kesempatan untuk melihat migrasi elang lagi. Tidak
hanya kami bisa memberikan edukasi secara langsung kepada anak-anak. Tapi,
saya juga percaya dengan mata rantai kehidupan. Contohnya adalah, raptor
akan memangsa tikus yang menjadi hama tanaman. Sahabat KeNai bisa bayangkan
seandainya gak ada pemangsa tikus, kan? Dimangsa dengan bahan kimia? Hmmm
… mungkin harus nonton film The Lorax kalau selalu setuju dengan yang
serba kimia.
Jadi, Raptor tidak akan mungkin bisa hidup sendiri. Sesama makhluk hidup
saling terkait, bahkan juga dengan manusia. Alam butuh keseimbangan supaya
kehidupan tetap berlangsung. Memang beberapa bulan lagi akan ada migrasi.
Dimana para burung raptor akan kembali ke negara asalnya. Tapi, kalau
sekarang aja datangnya sudah sedikit, berarti populasi mereka semakin
berkurang, dong.
Untuk para raptor dan juga burung lainnya, tetap semangat, ya!! *segini dulu
ceritanya karena saya sedih :(*
[Silakan baca:
Menanti (Kabar) Burung yang Gak Kunjung Tiba]
Tetap semangat menunggu migrasi burung 🙂
, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.